Tuesday, September 21, 2004


Risalah Cinta part.25


Hari telah menjelang sore begitu Rei terbangun. Lekas-lekas dia mandi lalu keluar kamar. Sulis tengah mencuci piring di dapur.
"Lis, sudah makan siang tadi?" tanya Rei.
"Sudah mbak. Tadi pulang belanja saya langsung makan, untung si Pardi juga udah makan, sekarang dia lagi beres-beres di belakang." jawab Sulis sambil mengeringkan piring dan gelas.
"Syukurlah." ujar Rei sambil mengambil cangkir, membuat secangkir kopi untuk suaminya. Bila sedang tidak ada banyak kerja di kantor, biasanya Grev pulang jam 4 atau 5 sore.
"Oh iya mbak, belanjaan sudah saya masukan kulkas semua. Ini uang sisanya." kata Sulis sambil menyodorkan uang sisa belanja dan kertasnya.
"Oke Lis, makasih yah. Untung ada kamu dan Pardi heheh." mereka tertawa.

Seandainya dalam kondisi hamil tua seperti ini Rei ga dibantu Sulis dan Pardi, entahlah, dia sendiri pasti ga sanggup mengurus rumah ini sendirian. Thanks ma yang telah mengijinkan Pardi dan Sulis tinggal di sini, batin Rei. Tak lama Grev pun pulang. Langsung ke dapur.
"Dear .. " Grev memeluh Rei dari belakang. Sulis tau diri dan cepat-cepat ke halaman belakang membantu Pardi.
"Hmm, Sulis sampai malu melihat kita hahaha." kata Grev. Mereka duduk. Rei menyerahkan cangkir kopi yang baru diseduh ke Grev.
"Tadi Rei sudah minta Sulis belanja. Biar besok tinggal masak. Jam satu atau dua ma dan Mika tiba. Nanti siapa yang menjemput ke terminal mas?" tanya Rei.
"Ya gue dong dear, mau siapa lagi?" balas Grev cepat.
"Aduh, keluarga Rei sepertinya selalu membuat mas repot yah?" Grev mengacak-acak rambut Rei.
"Segitu kok dibilang repot." Grev menghirup kopi panasnya.

"Dear, kata Bimo, Lia sudah mulai sakit-sakit tuh .. elu belum?" Rei tertawa mendengar pertanyaan suaminya.
"Ya belum lah mas. Tanda-tanda itu kan ga bisa Rei paksakan harus datang. Dan biarpun masa kehamilannya sama, belum tentu bisa melahirkan sama-sama." jawab Rei dengan masih tertawa.

Baru selesai Rei bicara, perutnya mendadak mules. Wajahnya berkeringat seketika. Grev memperhatikan roman wajah Rei yang sontak berubah itu.
"Dear?! Dear?"
"Mas .. Rei ke kamar kecil dulu .. sakit perut .." Grev hanya bisa memandangi punggung istrinya yang menghilang ke kamar mandi. Tak berapa lama, Rei muncul lagi .. wajahnya semakin pucat.
"Dear?? Elu sakit? Dear!!"
"Mas .. perut Rei sakit sekali .. "
"Kita ke rumah sakit sekarang!"
"Ga usah mas .. Rei mungkin tadi salah makan."
"Ngga bisa begitu dear, elu itu sakit dan .. oh .. ayo .."

Grev mengamit lengan istrinya, menuntun Rei berjalan karena Rei merasa kesusahan untuk melangkahkan kakinya ..
"Mas .. Rei .. duh .."
"Dear tenang saja dulu .. sebentar lagi sampai kok." Grev hati-hati mengemudi. Inginnya sih ngebut, tapi dia ingat, Rei akan bertambah kesakitan bila dia ngebut. Makah perlahan tapi pasti mobil Grev terparikir di pelataran parkir rumah sakit.

Setengah jam ..
Grev gelisah. Ruang tunggu di depan kamar persalinan itu sudah seperti penjara saja baginya. Hatinya was-was. Apa yang akan terjadi? Orangtua nya datang menghampiri ..

"Grev!! Apa yang terjadi? Belum saatnya kan?"
"Entahlah ma .. memang belum saatnya sih, tapi tadi Rei menandakan akan segera melahirkan!!"
"Kamu sudah menelpon orangtua Rei?"
"Oh God!! Belum!!"

Grev memukul keningnya sendiri. Begitu tegangnya calon ayah itu sampai-sampai lupa menelpon orangtua Rei di Surabaya. Ma Rei memang akan datang besok, tapi ga ada salahnya bila dia menelpon sekarang kan? Segera dikeluarkannya handphone dari saku kemeja nya dan menelpon orang tua Rei di Surabaya. Pembicaraan singkat itu berakhir dengan keputusan, ma Rei dan Mika segera ke Jogja hari ini juga dengan penerbangan yang paling pertama bisa mereka dapatkan.

Grev kembali mondar mandir di ruang tunggu ditemani pak dan bu Musry. Dua jam sudah tak terasa, Grev nampak kian kucel penampilannya. Resah, gelisah dan gundah bercampur jadi satu di dalam dirinya. Oh Tuhan, selamatkan lah istri dan anak yang paling tercinta ini. Beberapa waktu kemudian seorang dokter wanita keluar dari ruang persalinan dengan senyum manis. Grev dan orang tuanya segera menghampiri si dokter.

"Dok? Bagaimana dengan istri dan anak saya?" tanya Grev cepat.
"Syukur alhamdulillah mereka selamat pak Grev. Anda telah menjadi ayah dari seorang bayi laki-laki yang sehat!! Sebentar lagi sudah boleh di tengok di dalam. Tapi ga boleh lama karena kami harus memindahkan istri bapak ke kamar istirahat." Grev menyalami tangan si dokter. Ma dan pa merangkul putra tunggal mereka penuh haru.

Grev memasuki ruang bersalin. Bayi mungil itu digendong bu Musry dan Grev beradzan di telinganya. Grev segera menghampiri sang istri dan mencium kening Rei lembut.
"Dear .. makasih yah .. makasih dear ... luv you .. cupst .." Rei tersenyum dan memejamkan matanya kembali. Persalinannya memang ga begitu lancar. Itu dirasakanya sendiri.
"Suster, berapa jahitan?" bu Musry menanyakan seorang perawat di situ sambil menggendong si bayi.
"Hanya enam jahitan bu." bu Musry mengangguk senang dan tak henti-henti nya memuji ketampanan cucu pertamanya itu. Kebahagiaan Rei lengkap sudah. Kini ia telah menjadi ibu dari seorang putra yang gagah seperti sang ayah. Grev sendiri tersenyum terus dari tadi. Bahagia. Ya .. hati nya bahagia.

Jam 8 malam ma Rei dan Mika tiba di Jogja dan dengan taxi langsung menuju rumah Grev. Grev sendiri telah pulang ke rumah saat itu dan mengusulkan pada mertua agar besok saja menjenguk Rei. Mika nampak ceria sekali dan langsung terlibat rumpian seru bersama Sulis. Rumah Grev hari itu terasa lebih nyaman dari biasanya. Malam ini Grev tidur sendiri, membayangkan dirinya menjadi seorang ayah. Sempurna lah hidupnya. Kebahagiaan terbesar dalam hidupnya telah terlengkapi sudah. Memiliki istri yang baik dan bayi laki-laki yang begitu mirip dengan dirinya.

Bayi laki-laki itu dinamai FARITS PUTRA GM LAKSONO. Pria imut yang mendapat begitu banyak ucapan selamat dari semua orang atas kehadirannya di dunia ini. Perayaan 7 hari kelahirannya begitu sempurna karena dihadiri oleh hampir semua anggota keluarga. Ada orangtua Grev, orangtua Rei, kakak-kakak Rei juga para ponakan sampai karyawan Grevidi Travel Agent. Tak lupa para tetangga ikut di undang. Malam yang terasa begitu lengkap. Grev menatap Rei penuh cinta yang dibalas Rei dengan tatapan yang penuh cinta pula. Yah .. ini lah Risalah Cinta mereka. Akan ada episode berikut dari hidup mereka .. akan ada .. love is beautifull .. isn't it??

TAMAT!!


Saturday, September 18, 2004


Risalah Cinta part.24


Rei menuju lemari kecil tempat perlengkapan bayi tersimpan. Dikeluarkannya baby oil dari situ, menghirup aroma 'bayi' dengan mata terpejam. Tangannya kembali meraih popok kain dari dalam lemari. Popok ini lah yang akan diompolin si dia bila lahir. Oh betapa repotnya dia nanti. Tapi Rei yakin, dia pasti bisa mengatasi semuanya dengan dibantu Sulis. Rei menyimpan kembali botol baby oil dan popok, dia menuju kamar mandi. Di atas bak air mandi, satu bak palstik tempat mandi bayi berwarna biru telah ada disitu. Di situlah dia akan memandikan si dia dengan penuh kasih sayang. Masih diingat bagaimana Grev membawa belanjaan mereka dari baby shop ke mobil dengan wajah bahagia. Wajah bahagia seorang calon ayah.

Apa semua calon ayah begitu? Mengharap penuh kecemasan lahirnya bayi mereka? Menanti lahirnya sebuah kehidupan baru di dalam hidup mereka? Lalu kenapa banyak anak-anak yang diterlantarkan? Kenapa banyak anak-anak yang dititipkan di panti asuhan, bayi-bayi ditinggalkan di depan pintu rumah orang lain, bahkan dicekik begitu lahir dan dibuang di selokan atau sungai? Toh, bayi-bayi itu tak pernah mengharapkan untuk dilahirkan! Mereka buah cinta. Sepatutnya lah mereka dihujani dengan cinta pula, bukan dengan perlakuan sadis seperti itu. Mereka tak bersalah, yang salah orangtuanya. Jangan menyalahkan nasib atau takdir, takdir telah ada bersama kita sejak lahir. Sekarang bagaimana kita menyikapi takdir itu .. Only God Knows.

Rei mencuci tangannya sebentar dari kran wudhu dan kembali ke kamar. Dia ingin mengechek email dari beberapa sahabat net-nya. Belum sempat dia menghidupkan komputer, satu ketukan halus di pintu berikut suara Sulis membuatnya menunda.
"Mbak Rei, ada telepon." Rei lekas-lekas membuka pintu.
"Oke." Rei segera keluar kamarnya. Uh, seandainya telepon yang berada di kamar mereka itu satu line sama yang diluar, dia tak perlu repot-repot keluar kamar segala.
"Ya haloo." ujar Rei santun. Suara di seberang langsung dikenalnya. Itu suara pak Surya, pa nya.
"Rei." mata Rei langsung basah. Pa, lama sekali dia tidak mendengar suara laki-laki yang dipujanya itu, yang telah memberinya banyak sekali hal penting dalam hidup, agar dia pun mengerti hidup itu seperti apa.
"Pa!!!!!! Rei kangen pa .." Rei at least, menangis. Pak Surya tertawa.
"Anak manis kok menangis? Hehehe. Pa hanya mau kasih tau, besok ma dan Mika ke Jogja. Naik bis, ga naik pesawat." Rei langsung menghapus air matanya.
"Ma jadi ke sini besok??? Waaaaa .. asik dong. Pa ikutan juga kan?! Tapi kok naik bis pa?" ujar Rei lagi, lebih pada sebuah permohonan.
"Ga bisa nduk, tapi kapan-kapan kalau pa lagi ga sibuk, pa sempetin ke Jogja deh. Ma sendiri yang ingin naik bis kok. Gpp, naik patas, jemputin ma di terminal yah! Oke anak manis? Pa mau kerja lagi nih .. Wassalam." Rei menjawab,
"Wa'alaikumsalam." ditutupnya telepon.

Hati Rei dipenuhi rasa bahagia. Besok ma nya akan datang bersama Mika. Oh, Rei segera memencet nomor telepon kantor Grev. Langsung di ruang kerja suaminya.
"Assalamu'alaikum." kata Grev dari seberang.
"Wa'alaikumsalam mas. Mas, Rei mau ngasih tau, tadi pa telpon dari Surabaya, kasih kabar, ma dan Mika besok subuh naik bis ke sini." ada nada kurang senang saat Grev menjawab lagi.
"Naik bis?! Kenapa ma dan Mika ga naik pesawat saja dear?! Kok naik bis? Ma kan sudah tua .. kasihan kalau naik bis!" Rei tau, Grev menyayangi ma Rei seperti menyayangi ma nya sendiri.
"Pa juga sudah sarankan ma naik pesawat, tapi ma lebih suka naik bis, itu saja alasannya." jawab Rei. Grev menarik napas berat.
"Ya sudah kalau gitu, besok sorean jam 2 mungkin baru tiba. Nanti besok siang gue coba epon di hp si Mika." jawab Grev kemudian. Rei lantas menutup telpon. Segera dipanggilnya Sulis.

Sulis datang tergopoh-gopoh.
"Iya mbak .." Sulis berdiri menghadap Rei yang kecapean berdiri. Rei berjalan ke meja makan, meja makan yang jarang mereka pakai, menarik kursi dan duduk.
"Lis, besok ma datang. Datangnya bareng Mika, jadi kamu tolong siapkan lagi kamar tamu yah, beres-beres." titah Rei. Sulis mengangguk dan binar matanya menjadi ceria.
"Mbak Mika datang lagi? Asiikk ..." entahlah, apa yang terjadi antara Sulis dan Mika, yang jelas, Sulis selalu nampak bahagia berlebihan bila mendengar nama Mika.
"Kamu kok senang banget mendengar nama Mika, Lis?" tanya Rei penasaran. Sulis tersipu malu.
"Habisnya, mbak Mika itu baik sekali sama saya mbak. Mbak Mika juga yang ngasih saya hp mbak, pokoknya mbak Mika itu baikkkkk sekali, enjoy gitu heheh." kata Sulis malu-malu. Rei tertawa.
"Mika memang baik kok Lis. Dia itu sulung dari empat bersaudara. Rada cerewet sih anaknya, padahal mbak sempat khawatir, Mika ga cocok sama kamu, sama-sama muda, pasti ada aja nih masalahnya. Eh, ternyata kalian berdua malah cocok!" ujar Rei sambil tertawa.
"Iya mbak .. hehehe. Saya beresin kamar dulu yah mbak. Oh ia, kalau mbak mau makan nanti bilang saja, saya siapkan." kata Sulis lagi. Rei mengangguk.

Sulis meninggalkan Rei menuju kamar tamu. Kamar ini kembali dimasukinya lagi. Dia membersihkan kamar mandinya dulu, mengisi bak mandinya penuh. Lalu meja riasnya dibersihkan, lemari dibersihkan juga, seprei diganti dengan yang baru, ac dihidupkan .. segar .. terakhir Sulis menyapu. Di kamar ini lah dulu dia pernah curhat habis-habisan ke Mika dengan air mata. Di kamar ini pula dia mendapat banyak petuah dari Mika, yang menyadarkan dirinya, bahwa mencintai Grev diam-diam hanya akan merugikan dirinya sendiri, merugikan orang lain juga. Sulis puas pada pekerjaannya dan kembali ke dapur.

Rei masih di ruang makan, kali ini dengan selembar kertas dan pena. Dia menulis apa saja yang harus dibelanjakan Sulis. Keperluan rumah tangga pada umumnya. Termasuk isi kulkas, mengingat ma nya sangat senang memasak, so dia rasanya harus menyiapkan berbagai kebutuhan dapur disitu. Begitu Sulis keluar kamar tamu, Rei memanggilnya kembali.
"Ya mbak .." Sulis duduk di hadapan Rei.
"Lis, kamu belanja yah. Ini daftar belanjaan sudah mbak bikin berikut uangnya." kata Rei. Sulis manggut-manggut sembari menerima kertas dari Rei.
"Eh, istirahat dulu .. kamu capek kan?" kata Rei.
"Ga capek mbak, ga pa pa kok. Sulis ganti baju dulu yah mbak." Sulis berlalu dari situ. Rei menuju ruang tamu, menata bantal-bantal kursi yang berisi udara dengan bola-bola kapas warna warni di dalamnya.

Sulis pamit padanya, berbelanja. Ga lama Pardi pulang sekolah.
"Assalamu'alaikum .." ucap Pardi.
"Wa'alaikumsalam. Di .. duduk dulu sini .." ajak Rei. Pardi duduk di sofa, agak canggung, sofa ruang tamu memang jarang didudukinya, dan memang jarang terduduki, jarang ada tamu ke rumah mereka.
"Di, kamu nanti habis ganti baju langsung makan saja yah, ga usah nunggu mbak atau mas Grev. Sulis juga lagi belanja. Habis itu kamu tolongin mbak bisa?" tanya Rei. Pardi mengangguk.
"Bilang saja mbak, pasti saya lakukan." kata anak itu patuh.
"Kalau nanti habis makan, tolong kamu bersih-bersih halaman belakang ya. Bangku nya dipindah ke tempat yang lebih teduh, ke teras belakang juga boleh. Bunga-bunganya sih pasti aman bersama kamu hehehe. Oke?" Pardi mengangguk mantap.
"Oke mbak, nanti saya kerjakan. Ke kamar dulu mbak." pamit Pardi sopan. Rei tersenyum. Pardi anak yang baik, meskipun dari kampung, otaknya cepat sekali menyerap hal-hal baru. Dia juga santun, semua itu diajarkan oleh pa Grev. Pardi kan anak kampung kesusahan yang ditolong oleh keluarga Grev dan kemudian disekolahkan. Tak terasa, Pardi sekarang telah kelas satu smu.

Rei kembali ke kamar, duduk di ranjang dan meraih telepon. Dia ingin mengabarkan kedatangan ma dan Mika ke ma nya Grev. Yang menerima justru pa Grev.
"Pa? Ma kemana?" tanya Rei.
"Biasa nduk, ke rumah keluarga." jawab pa Grev.
"Loh, pa ga kerja? Siang-siang begini malah di rumah?" tanya Rei penasaran.
"Pa sedikit ga enak badan, maklum, orangtua." ujar pa Grev.
"Oh, istirahat saja ya pa, Rei mau kasih tau, besok ma Rei datang."
"Oh ya? Wah bagus dong, bareng pa kamu?"
"Ga pa .. bareng Mika, tapi pa janji kalau sudah tidak sibuk pasti datang kok." jawab Rei, menghibur dirinya sendiri juga.
"Baiklah kalau gitu, nanti pa sampaikan ke ma." tut, telepon ditutup. Rei langsung rebahan, capek sekali rasanya mondar mandir dengan perut gendut seperti ini. Dielus-elusnya perut sendiri dan jatuh tertidur.

to be continued!!


Monday, August 23, 2004


Risalah Cinta part.23


"Dear ga serius ingin pulang ke Surabaya kan?" tanya Grev sembari menghapus air mata di pipi istrinya.
"Kalau mas ga pergi, Rei ga pergi juga." kata Rei lagi. Grev tersenyum.
"Iya .. gue tadi sempat berpikir lama, harusnya gue ga usah mengatakan hal tadi, dasar mulut ga tau diri .. hehehe." goda Grev, Rei mau ga mau tertawa, Grev memang selalu punya cara membuatnya tertawa. Suami yang menyenangkan dan perhatian. Rei sadar, baru kali ini perasaannya dibikin tak menentu oleh Grev, hampir setahun mereka menikah dan baru malam ini Grev membuatnya kesal. Selebihnya? Grev suami yang baik, suami yang menepati kata-katanya saat mereka menjalin cinta lewat irc dulu. Suami yang menepati kata setia, jujur dan care saat mereka menikah.

"Maafin Rei juga yah mas .. Rei ga rela mas pergi disaat kita tengah menanti kelahiran si dia .. saat dia masih disini, kita sering merasakan bersama bagaimana kakinya menendang .. masa sih saat dia akan lahir, mas justru ga ada disamping Rei? Rei kesal dong jadinya .." ujar Rei sambil mengelus perutnya yang membuncit, masih dalam rengkuhan suaminya. Grev tertawa pelan.
"Iya iya, mas juga sudah menyadarinya sedari masih di kantor tadi kok dear, tadi itu anggap saja setan lewat hehehe." goda Grev lagi, mereka tertawa. Rei melepaskan pelukannya dari Grev, menatap langit-langit kamar. Grev melakukan hal yang sama.

"Mas, Rei itu bersyukur banget, diberi kemudahan hidup sama Allah SWT." kata Rei memecahkan kebisuan, mereka beberapa saat menatap langit-langit.
"Aminnnnn." sambar Grev.
"Bayangkan saja, begitu mudahnya Rei mendapatkan suami di irc, suami yang ternyata orangnya sudah pernah Rei kenal tapi Rei tolak." Grev berdehem.
"Rei melewati pernikahan yang mudah, semudah Rei menerima mas usai pernikahan." Grev berdehem lagi. Rei menoleh dan tersenyum.

"Rei diberi kemudahan menjalani hidup rumah tangga tanpa halangan yang berarti." kali ini Rei langsung berdehem. Grev tertawa kecil.
"Rei hidup bersama cinta orang-orang disekitar Rei. Cinta mas Grev, cinta ma dan pa Rei juga kakak-kakak dan para ponakan, cinta ma dan pa mas Grev, cinta Sulis dan Pardi, bahkan cinta para karyawan di kantor mas." mereka terdiam. Saling mencari sambungan memori dari alam pikiran masing-masing.

"Rei itu ibarat Putri yang tidur dengan mimpi indah tanpa pernah ingin dibangunkan." Grev membelai rambut Rei, mengecup Pipi istrinya sekilas. Rei, anugrah bagi hidupnya. Bersama Rei, Grev memberi dan menerima cinta yang sama besarnya, tanpa beban, tanpa paksaan. Rei adalah mataharinya, yang setiap pagi hingga petang memberi sinar kehidupan pada bumi. Rei itu ibarat mata airnya, yang dengan senyum dan kelembutan yang tak pernah habis. Rei itu adalah istri sekaligus teman, tempat Grev berbagi suka dan duka, tempat Grev curhat, tempat Grev mendapat ide dan saran yang baik.

Grev bahagia, rumah tangga mereka, so far so good lah, jauh dari masalah berat. Justru masalah-masalah datang dari orang-orang disekitar mereka. Pernah sih Rei marah-marah pasalnya Grev pulang larut tanpa kasih kabar lebih dahulu. Tapi dengan mudah masalah itu teratasi. Betul kata orang, rumah tangga itu bukan hanya dilandasi cinta dan materi, lebih dari itu, rumah tangga membutuhkan penunjang lain, seperti kepercayaan, kesetiaan dan kejujuran. Well, paling tidak, selama ini Grev bersikap jujur pada istrinya. Pria itu tidak menginginkan retaknya rumah tangga mereka akibat tidak menganut hal-hal penunjang rumah tangga itu.

"Rei .. cinta mas Grev .." itu sudah pasti dear, bisik hati Grev. Seperti cinta Grev pada Rei, rasanya cintanya pada sang istri kian bertambah porsinya setiap saat. Setiap kali memandang istrinya tidur, setiap kali istrinya menyediakan sarapan, setiap kali menunggu istrinya mandi, setiap kali mereka bercinta, setiap kali mendengar suara istrinya di telepon. Cinta itu semakin banyak mengalir di dalam hatinya, mengalir dengan pastinya ke Rei. Tanpa syarat.

"Mas kok diam?" tanya Rei penasaran, Grev tersenyum.
"Gue kan mendengarkan dear bicara .. " jawab Grev dan mencium kening istrinya lagi.
"Jangan-jangan mas kecewa karena ga berangkat ke Australia?" todong Rei tiba-tiba.
"Ngawur .. ga usah dibahas lagi, oke?" Grev tak ingin masalah yang sudah selesai diulangi lagi. Hanya akan membawa mereka ke pusaran yang itu-itu juga. Tak maju, tak mundur. Untuk apa? Sudah diputuskannya, sejak dari kantornya malah, sebaiknya tidak usah pergi, biarkan Doni yang diutus ke sana. Clear. Mereka tertidur, saling dekap mesra. Pasangan muda yang berbahagia.

+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+

Usia kehamilan Rei memasuki bulan ke sembilan. Bulan Desember, bulan di penghujung tahun, bulan perayaan Natal bagi umat Kristen. Rei menatap ke jalan dari jendela kamar. Grev telah sejak pagi tadi ke kantor. Bulan ini, seorang bayi, cucu pertama bagi keluarga Laksono Musry akan lahir. Cucu ke sekian dari keluarga Suryasudjono, keluarga Rei. Rei tau, ma Grev ngotot ingin nginap di rumah mereka. Beliau rasa-rasanya ingin menjadi saksi pertama dari tanda-tanda kelahiran sang cucu. Untunglah niat mertuanya itu tak terlaksana, Grev menolak, dia ga ingin ma nya menjadi terobsesi seperti itu.

Ma Rei sendiri telah menelepon, akan datang dalam minggu ini juga. Tentu saja bersama Mika. Mika ngotot ingin ikut omanya ke Jogja, Mika kangen Jogja, begitu selalu katanya. Lebih lagi Mika ingin bertemu Sulis, dia puas, Sulis telah seratus persen berubah. Pemikiran Sulis lebih maju, lebih berwawasan. Itu semua berkat Mika. Dan rahasia mereka di malam itu, tetap menjadi rahasia mereka berdua yang terkubur dalam, mereka tak ingin mengingat rahasia itu lagi. Anggap saja tak pernah terjadi.

Bimo, sama seperti Grev. Keduanya lebih sering gugup menghadapi pekerjaan. Untunglah Doni cukup tanggap dan cerdas, banyak pekerjaan yang ditangani Doni dan kesemuanya rata-rata sukses. Grev tak jadi mengutus Doni mengikuti program gratisan ke Australia. Grev mengerti perasaan Doni, dia dalam tahap merencanakan pernikahan, tak tega rasanya Grev memisahkan Doni dan Manda. Itu sama saja membiarkan dirinya dimaki habis-habisan oleh keduanya. Toh perusahaannya tetap maju jalan tanpa mengikuti program tersebut.

Lia telah diberi cuti melahirkan oleh Grev. Bimo awalnya menolak. Penolakan Bimo lebih berdasar pada : dirinya tak ingin kehilangan wajah istrinya 8 jam sehari. Dia lambat laun telah mencintai Lia dan ingin terus bersama istrinya itu setiap detik dari hidupnya. Bimo betul-betul insaf, rumah tangganya aman dari goncangan dan Lia terlihat lebih ceria dan sehat. Good work Bim.

Yanus, pemuda Flores yang sekarang telah berkaca mata mulai menjalin cinta dengan salah seorang mahasiswi asal Flores yang kuliah di Jogja. Yanus, sebetulnya menyukai Ratna, teman resepsionis Manda, hanya saja, Ratna telah menjalin hubungan serius dengan seorang bule asal Boston dan Yanus cepat-cepat banting stir. Bagus itu, dari pada meneruskan berangan-angan yang berakhir dengan patah hati? Yanus, lebih smart untuk hal ini. Pikirnya, hidup telah jauh dari keluarga, untuk apa menambah masalah?

Kabar terakhir yang di dengar Rei sebulan belakangan ini adalah, Geyah menemukan cowok dari irc. Apa Geyah menginginkan jalinan kisah yang sama seperti dirinya dan Grev? Entahlah, yang jelas, Geyah masih asyik berchating dikala teman-teman kerjanya keluar makan siang. Geyah selalu dibawakan nasi kotak oleh keluarganya setiap waktu makan siang tiba. Rei berharap, Geyah tak mengalami nasib buruk dari dunia maya. Dari dunia maya, tak hanya kesuksesan menjalin hubungan seperti dirinya dan Grev kan? Dari sana, banyak kebohongan-kebohongan tersamar. Rei ingin Geyah mengerti akan hal yang satu itu. Dirinya dan Grev, mungkin termasuk dari bagian kecil suksesnya menjalin hubungan cinta lewat irc.

Sarah, si bude yang masih terus menjadi dokter cinta bagi pasangan muda di kantor Grev. Kadang, pagi hari Lia terlihat asik mojok berdua Sarah, membicarakan apa saja. Kadang pula Grev memergoki Manda tengah menangis dalam pelukan Sarah dan Sarah berusaha menenangkannya. Yanus pun tak lepas dari soal curhat ke Sarah. Sarah selalu melihat semua permasalahan mereka dari dua sisi, dan memberi solusi dari dua sisi pula. Keke dan Emmi lah yang paling jarang curhat ke Sarah. Malu kah?

Well, Emmi dan Keke, masih terus menjadi sepasang 'kekasih'. Apa pun kata orang, mereka bahagia. Kepahitan masa lalu gara-gara pria, membawa mereka pada keterpurukan seperti itu. Tapi Grev, tak ingin mencampuri urusan mereka, selama dedikasi mereka bagus untuk perusahaan, Grev tak mau ambil pusing. Rei pun tak mau mencari tau sampai dimana hubungan pasangan lesbian itu. Yang penting bagi Grev dan Rei sekarang adalah menanti saat-saat kelahiran putra pertama mereka.

Rei mendengar kabar dari ma nya, si Jihan, putri Greg-abangnya, sekarang sudah mulai cerewet dan pintar. Rei kangen pada keluarganya. Rei meninggalkan jendela, menuju boks bayi yang sekarang mengisi kamar mereka. Grev ingin putra mereka nanti langsung mempunyai kamar sendiri, kamar yang bersebelahan dengan kamar mereka. Namun Rei menolak, nanti saja kalau anak mereka telah berusia setahun. Rei mengelus boks kayu bercat kuning muda itu. Ada kelambu kuningnya juga .. ada mainan yang digantung pada penyangga kelambu. Di dekat boks itu terdapat lemari kecil, lemari si dia yang bakal lahir dengan semua perlengkapan bayi yang telah ditata Rei dengan rapih hari-hari belakangan ini.

Rei memainkan mainan yang tergantung di penyangga kelambu, bunyinya kelenting kelentong, agak gaduh tapi nyaman di kuping. Rei tersenyum sendiri, babak baru dalam hidupnya sebentar lagi dimulai. Menjadi seorang mama. Akan ada seorang makhluk mungil yang digendongnya, yang akan memanggilnya mama, dan memanggil Grev papa. Akan ada penghuni baru dalam rumah itu, penghuni baru yang kehadirannya dinantikan oleh semua orang yang dekat dengan mereka.

to be continued!!


Monday, August 16, 2004


Risalah Cinta part.22


Malam telah lama hadir begitu Grev pulang ke rumah. Wajahnya sedikit kusut. Rei menyiapkan baju suaminya sambil menunggu Grev selesai mandi.
"Mas, ini bajunya. Rei ke bawah dulu yah, mau nyiapin makan malam." ujar Rei pada Grev begitu suaminya keluar kamar mandi.
"Hmm sebenarnya mas ga lapar, tapi capek banget." ujar Grev.
"Rei pijitin mau?" tawar Rei. Grev menggeleng.
"Ga usah, nanti terjadi hal-hal yang kita inginkan hehehehe." goda Grev dan wajah Rei memerah seketika. Suaminya selalu saja bisa membuatnya tersipu malu.
"Kalau gitu makanannya Rei bawa ke kamar saja yah?" tawar Rei lagi. Grev mengangguk setuju.
"Boleh.."

Usai makan malam keduanya langsung naik tidur. Grev kecapean sekali rupanya. Baru limat menit ketemu bantal, dia sudah mendengkur. Rei mengelus anak rambut suaminya, menatap wajah tampan disampingnya. Tak lama Rei pun tertidur.

Di kamar Mika, Mika dan Sulis malah asik ngerumpi. Mereka cerita-cerita lagi. Kali ini Sulis lebih banyak menjadi pendengar setia.
"Ga terasa yah Lis, hampir dua minggu gue di sini. Bentar lagi balik ke Surabaya." Sulis manggut-manggut. Enggan rasanya mendengar kata 'balik ke Surabaya' terucap dari bibir Mika. Mika adalah penolongnya.
"Apa ga bisa lebih lama disini mbak?" tanya Sulis, hatinya ingin Mika tinggal di rumah itu untuk seterusnya. Berbagi dengannya.
"Ga bisa lah .. kuliah gue gimana dong? Pengen sih pindah kuliah kesini, tapi mama dan papa belum tentu ngijinin .. " Mika membayangkan kampus dan teman-temannya.

"Sebenarnya saya ingin mbak Mika bisa terus tinggal disini. Berkat mbak Mika lah saya kembali bersemangat .." Sulis menatap Mika sungguh-sungguh.
"Gue juga Lis. Pengen lama disini, suasananya bikin betah! Ga kayak Surabaya yang kelewat amburadul keadaannya. Tapi sekali lagi, kuliah gue gimana dong?!" Sulis mengerti. Kuliah .. bangku kuliah yang dulu sempat menjadi angan-angannya.
"Tapi gue janji Lis, setiap liburan pasti gue kesini. Kalau perlu, wiken pun gue ke sini, naik kereta kek, naik bis kek .. doakan saja semoga kita bisa lebih sering ketemuan yah Lis!" ujar Mika menghibur.
"Iya mbak, saya pasti berdoa." sambut Sulis.

"Hmm Lis, kamu punya hp ga? Handphone." tanya Mika tiba-tiba. Sulis menggeleng.
"Ga punya mbak, mana perlu saya punya benda semahal itu?" jawab Sulis merendah.
"Gue kasih mau? Gini .. kamu pakek aja hp gue ini berikut nomornya. Nanti nomor-nomor lain di phonebook gue apus deh .. biar gue pake hp yang di Surabaya aja, biar kita bisa saling kontak lewat sms. Gimana?" Sulis terperangah. Hp untuk dirinya? Mika sudah begitu baik, masa hp pun mau diberikannya ke Sulis? Sulis menggeleng lemah.
"Terima kasih mbak, tapi ... saya rasanya ga pantas menerima pemberian mbak Mika lagi." Mika bersih keras.
"Jangan bilang begitu Lis!! Bentar .. nomor-nomornya tak apus dulu yah." Mika kemudian asik menghapus nomor-nomor telepon di phonebooknya, sekaligus meng sms beberapa teman yang kontak lewat nomor ini untuk tidak meng sms nya lagi karena hp beserta nomornya sudah dia jual ke orang lain. Puas dengan itu Mika menyerahkan hp ke tangan Sulis.
"Buat kamu Lis, biar kita bisa terus saling kontak. Kalau kamu butuh teman curhat, sms saja, gue siap mendengarkan, oke??" tanpa mendengar persetujuan dari mulut Sulis, Mika melepaskan hp nya ke tangan Sulis dan berbalik menuju tumpukan oleh-oleh yang harus di pack nya.

Sulis terpana sampai ga tau harus bilang apa. Mengoperasikan benda mungil itu sih dia bisa. Tapi memilikinya? Sungguh di luar dugaan gadis manis itu.
"Mbak Mika .. terima kasih .." ujar Sulis dengan mata berkaca-kaca.
"Sudah lah, kayak anak kecil aja nangis gitu! Bantuin dong hehehe." seru Mika sambil memasukan oleh-oleh ke kardus.
"Iya .." mereka mengepack satu kardus lagi. Isinya macam-macam oleh-oleh untuk keluarga di Surabaya. Mika menguap, ngantuk.
"Lis, makasih yah dah bantu-bantu gue, dah ngantuk nih, gue bobo dulu yah." Sulis pun tau diri, keluar kamar, tapi baru sampai di pintu kamar, Mika sudah memanggil namanya lagi.
"Lis, nanti kalau pulsanya abis, kasih tau aja, biar gue transfer dari Surabaya." ujar Mika dengan mata separuh tertutup. Sulis mengangguk dan menutup pintu kamar. Mika .. apakah dia bidadari yang diutus Tuhan untuknya? Sulis masih belum mempercayai kejadian yang dialaminya beberapa hari terakhir. Seorang Mika merubah sudut pandangnya menjadi lebih fresh.

Akhirnya, tibalah saat Mika harus pulang ke Surabaya. 3 kardus oleh-oleh dikirim via tiki, Mika sendiri kembali menyeret koper kecilnya dan ransel di pundak. Grev, Rei dan Sulis mengantar Mika sampai ke bandara. Mereka melambai ke arah Mika begitu penumpang penerbangan dengan tujuan Surabaya mulai dipanggil. Mika tersenyum pasti pada ketiganya dan berbaur dengan penumpang lainnya menuju pintu keberangkatan 2. Sulis berkali-kali berucap terima kasih untuk Mika di dalam hatinya. Sulis berlinang air mata.
"Sulis? Ayo pulang." ajak Rei, mengamit lengannya. Sulis menghapus air matanya.
"Kok menangis?" tanya Grev.
"Mbak Mika adalah bidadari yang dikirim Tuhan untuk saya .. mbak Mika amat baik." itu saja yang mampu diucapkan Sulis disela air mata yang membanjiri pipinya.
"Mika memang baik kok Lis. Ayo kita pulang." ajak Rei lagi. Grev mengantar Rei dan Sulis langsung ke rumah sedangkan dirinya sendiri menuju kantor, Grevidi Travel Agent.

+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+

Ini bulan November. Bulan ke delapan kehamilan Rei. Perut Rei telah membuncit. Daster-daster yang dibelikan ma Grev pun mulai dipakainya. Banyak bajunya sendiri yang sudah ga muat lagi. Grev pernah bilang, Lia pun sekarang memakai daster ke kantor. Tentu saja daster yang pantas dipakai kerja. Grev sudah meminta Bimo untuk memberi cuti hamil pada istrinya itu. Bimo sendiri telah jauh berubah menjadi suami dan calon ayah yang care pada keluarga. Perubahan yang melegakan semua orang.

Pardi telah masuk smu. Sudah memakai seragam abu-abu dan masuk sekolah pagi. Sulis sendiri lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak, semua itu sekali lagi berkat Mika. Mereka berdua sering sms-an lewat hp yang diberikan Mika padanya. Dari situ pun Sulis tau, cinta Mika pada om-nya yang sekarang kerja di Jerman.

Doni dan Manda merencanakan pernikahan. Grev mendesak mereka untuk segera menikah, bila sudah cocok, tunggu apa lagi? Ratna sendiri menjalin cinta dengan seorang bule asal Boston. Emmi dan Keke tambah lengket dan sudah bukan rahasia lagi bila mereka 'pacaran'. Geyah masih asik dalam dunianya sendiri, dunia seorang bendahara dan dunia chating. Yanus, seperti saran dokter akhirnya memakai kacamata. Hal yang dibencinya itu terpaksa dia jalani juga, demi kesehatan matanya sendiri.

Sarah, seperti biasa, menjadi bude bagi karyawan Grevidi Travel Agent. Usianya yang matang membawa dirinya menjadi penasehat keluarga bagi Lia.

Kini Kusno bekerja sendiri sebagai cleaning service di kantor Grev. Rafael yang telah tua meminta pensiun dan memilih tinggal di kampung bersama anak cucu. Empat satpam Grev bekerja seperti biasa, 2 shift pagi dan 2 shift malam. Mereka sendiri ga terlalu melibatkan diri dengan urusan perkantoran, yang peting kantor aman, itu saja.

15 karyawan outdoor yang lebih dikenal dengan sebutan guide dan bekerja paruh waktu kini tinggal 10 orang. 5 orang itu adalah anak kuliahan yang memilih serius kuliah dulu, tapi mereka tetap akan diterima Grev bila ingin kembali bekerja.

Sore ini Rei ditemani Sulis ke dokter, periksa kehamilan pada seorang dokter kandungan yang tempat prakteknya ga jauh dari rumah. Grev sendiri ga bisa menemani Rei karena banyak pekerjaan di kantor. Dia dan Bimo saling berbagi tugas, maklum, sama-sama punya istri yang sedang hamil tua. Bila Grev sedang tidak sibuk, maka waktunya adalah ke baby shop bersama Rei, membeli perlengkapan bayi disana. Meskipun menurut hasil USG bayi Rei laki-laki, namun Rei ngotot membeli perlengkapan bayi yang bernuansa perempuan. Grev sering menggoda Rei,
"Apa mau si dia langsung dapat adik perempuan dear?" Rei pasti tersipu malu bila digoda seperti itu oleh suaminya.

Saat-saat melelahkan menanti kelahiran calon bayi, sebulan lagi. Rei lebih banyak bergerak sekarang. Ma Grev hampir tiap jam menelepon sekedar menanyakan keadaannya dengan pesan jangan lupa menelepon beliau bila Rei merasakan sesuatu yang lain dari biasanya. Ya ampun, masih sebulan lagi, tapi sikap ma Grev lebih agresif menanti kelahiran cucu pertamanya. Ma Rei pun demikian. Begitulah para ma, selalu dipenuhi rasa khawatir. Bahkan ma Rei berniat ke Jogja begitu masa kehamilannya memasuki bulan ke sembilan. Rei sih senang-senang saja didampingi dua orang ma yang penuh perhatian. Mika pun ngotot ingin ikut oma nya ke Jogja lagi.

Pulang dari dokter adzan maghrib mulai berkumandang. Mobil Grev telah masuk garasi, artinya suaminya telah pulang. Pardi pasti telah membikinkan kopi untuk Grev. Rei ke kamar, Grev tengah duduk menghadap monitor.
"Sudah pulang dear?" tanya Grev, Rei mengangguk. Dia berganti daster dan duduk di sofa memperhatikan Grev yang sibuk dengan surat-suratnya. Grev bangkit trus ikut duduk disamping Rei.

"Dear .. ada hal yang ingin gue bicarakan." ujar Grev pelan. Rei bersandar di bahu suaminya dan berdehem halus.
"Bicara saja .." jawabnya pelan.
"Gue sengaja pulang cepat tadi, lupa kalau dear ternyata lagi ke dokter bareng Sulis." Rei mengelus lengan suaminya yang kokoh. Dia berdehem lagi.
"Apa dear setuju kalau minggu depan gue berangkat ke Australia?" tanya Grev hati-hati pada istrinya. Rei tengadah, kaget mendengarnya.
"Apa? Mas .. Rei sih ga masalah, tapi ma gimana? Mas tau kan gimana ma. Lagi pula Rei sebentar lagi melahirkan mas. Untuk apa mas ke sana?" ujar Rei .. pelan.

"Gue pengen ikut program belajar yang ada kaitannya dengan usaha gue. Yang bikin gue pengen ikut, program itu gratis dear, kita hanya menanggung biaya hidup disana selama tiga bulan." ujar Grev .. lebih hati-hati. Rei diam membisu, bagaimana mungkin suaminya lebih memilih program pendidikan gratisan dibandingkan dengan kelahiran putra pertama mereka? Grev memandang wajah istrinya, dia tau, Rei pasti kecewa mendengar ini. Tapi dia harus mencoba bicara apa pun keputusan yang akan mereka ambil nantinya.

"Dear ..." Rei masih membisu. Marah pada omongan suaminya.
"Terserah mas." ujar Rei ketus, bangkit menuju ranjang, menarik selimut dan tidur. Pura-pura tidur tepatnya. Pikirannya melayang kemana-mana. Grev! Untuk apa ke Australia???????? Grev menghampiri istrinya, membelai lembut rambut Rei. Dia seharusnya ga usah membicarakan ini, seharusnya dia memutuskan untuk tidak usah ikutan. Tapi entah kenapa, sisi batinnya yang lain terus mendesaknya untuk bicara dulu. Grev sendiri sebenarnya ga tega mengatakan hal ini.
"Dear, kalau dear ga setuju, gue ga jadi ikutan. It's oke kok dear." bujuk Grev lagi, dia tau, dari balik tubuh yang membelakanginya Rei pasti menangis. Bodohnya dirinya mengatakan itu!!

"Kalau mas mau pergi, pergi saja .. Rei pun akan pergi, Rei pulang ke Surabaya saja. Rei .. Rei ga mau melahirkan ga ditemani mas Grev .." suara Rei tersendat disela isaknya. Grev menggigit bibir. Bodoh Grev!! Rei yang begitu manis tersakiti hatinya gara-gara program gratisan itu!!
"Iya .. gue minta maaf deh kalau sudah bikin Rei kesal mendengarnya. Jangan menangis please .. maafin gue yah?" bujuk Grev lagi. Rei masih membelakanginya, menangis.
"Dear .. nanti gue minta Doni ke sana saja, biar ilmunya mas serap dari Doni. Bimo pun pasti ga bisa menggantikan mas, mengingat Lia sebentar lagi juga melahirkan. Rei berbalik, menatap wajah suaminya. Grev merengkuh Rei kedalam pelukannya dan membiarkan Rei menangis di situ.
"Maafkan gue yah? Mau kan maafkan gue?" pinta Grev lembut. Rei mengangguk pelan. Grev tersenyum ... baru kali ini dia membuat Rei menangis, hal yang ga pernah dilakukannya selama ini. Grev menyesal tadi telah membicarakan hal itu ke Rei. Duh .. ingin rasanya dia menampar mulutnya sendiri. Tolol Grev!!

to be continued!!




Risalah Cinta part.21


Keesokan paginya Sulis bangun agak telat, tapi hatinya gembira. Gelang pemberian Mika melingkar manis di tangannya. Dia melakukan rutinitas pagi dengan hati yang lega. Rei menghampirinya di dapur.
"Sulis bahagia sekali pagi ini, mimpinya indah yah?" goda Rei. Sulis tertawa.
"Eh mbak Rei .. saya buatkan teh yah?" tawarnya. Rei menggeleng.
"Ga usah Lis, biar mbak bikin sendiri, sekalian bikin kopinya mas Grev. Mika belum bangun?" tanya Rei lagi.
"Belum mbak .. masih tidur kali .." Sulis bangga pada dirinya, hidupnya tak lagi dipenuhi bayang-bayang Grev. Sulis tersenyum puas.

Rei keluar ke halaman belakang, menghirup udara pagi sambil melemaskan kakinya dengan berjalan keliling halaman yang tak luas itu, sambil memperhatikan bunga-bunga yang tumbuh segar dengan titik-titik embun pagi hari. Tak lama didengarnya suara Grev memanggil dari pintu.
"Dear ... lapar nih .. sarapan yuk." Rei menoleh, Grev masih memakai piyama. Semalam mereka tertidur pulas sekali, sama-sama capek.
"Oke sayang .. mau sarapan apa nih? Sulis udah masak?" tanya Rei begitu masuk ke dapur mungil itu lagi.
"Belum mbak, sekalian mau tanya, mbak dan mas mau sarapan apa? Biar Sulis yang bikinin." tawar Sulis.
"Oke, kamu bikin roti lapis coklat saja, mbak yang bikin minumnya. Oke?" Sulis mengangguk patuh. Grev dan Rei duduk di meja kecil di dapur. Sulis, sekali lagi merasa lega, tak perlu risih berada ditengah majikannya. Rasa itu telah pergi. Pergi jauh bersama asap dan api. Sekali lagi, terima kasih mbak Mika, batin Sulis.

Mika muncul di dapur tak berapa saat begitu mereka mulai sarapan.
"Hoahemm masih ngantuk!! Tapi Mika ga mau melewatkan sarapan pagi ini." ujar Mika dengan tampang ngantuknya yang malah bikin lucu.
"Sulis, hari ini kita berdua jalan-jalan yuk!" ajak Mika. Langsung Rei dan Grev setuju dengan usul Mika.
"Ya betul, jalan-jalan, biar ga sumpek di rumah melulu Lis." ujar Rei mendukung. Grev ikut mendukung.
"Betul, nanti mbak Rei ngasih duit jajan deh." tambah Grev.
"Iya .. biar kamu bisa beli apa yang kamu inginkan, ga usah bongkar tabungan hehehe." mereka tertawa. Sulis menatap Mika, Mika membalasnya dengan kedipan mata. Tawa Sulis yang paling bahagia hari itu.
"Iya, tapi ga bisa ke keraton deh Ka, kan lagi ada sekatenan massal." ujar Grev.
"Kok om Grev tau?" tanya Mika.
"Ya tau lah .. orang kerjaan om kan mencari tau kegiatan istiadat di sini, biar bisa dimasukkan dalam daftar perjalanan para bule." jawab Grev.
"Oke oke .."

Mika mengajak Sulis menuju Malioboro mall yang terletak di jalan Malioboro, dengan alasan dekat dari rumah. Cukup naik becak, sampai deh.
"Di Surabaya, ada Tunjungan Plasa yang gedenya ampun deh Lis, kamu pasti suka kalau ke sana .." cerita Mika. Sulis mendengarkan, banyak hal baru yang didapatnya dari Mika. Kebaikan hati dan persahabatan yang tulus.
"Wah, kapan yah saya bisa kesana." ujar Sulis menerawang. Mika tertawa lembut.
"Kalau mau, kamu bisa ikut gue pulang ke surabaya lah Lis .. tapiii itu pun kalau diijinkan oma yah ... mama om Grev itu ga mau kalau tante Rei bekerja sendirian di rumah, tante Rei harus menjaga kandungannya. Ya kapan-kapan aja deh Lis kalau ada waktu." hibur Mika.
"Iya mbak. Eh mbak Mika sudah pernah ke Mirota?" tanya Sulis lagi. Mika menggeleng.
"Belum tuh Lis, lewat sih udah .. ke sono yuk?? Naik apa?" ajak Mika.
"Jalan kaki aja mbak .. menurun kok jalannya, sambil cuci mata. Kalau mau, bisa mampir ke pasar Beringharjo .. disana banyak yang jual bapia loh mbak, enak-enak lagi, murah lagi." tawar Sulis. Mika setuju. Keduanya lantas keluar dari mall Marlioboro, berjalan kaki menyusuri jalan Malioboro.

Mereka singgah dulu ke pasar Beringharjo. Banyak delman yang parkir di sana, menunggu penumpang. Mika pernah sekali naik delman, saat study tour ke keraton Solo, mengelilingi areal keraton naik delman. Pasar Beringharjo, menurut Mika rada mirip sama pasar-pasar yang ada di Surabaya, seperti Blauran, Atom dan Turi. Tapi memang agak beda karena disini yang jualan bapia banyak banget! Macam-macam lagi rasanya, ada yang isi kacang ijo dan keju. Mika membeli dua kotak, satunya rasa kacang ijo dan satunya rasa kacang merah.

Umumnya barang-barang yang dijual itu murah, khas Jogja. Capek putar-putar pasar, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri Malioboro. Siang hari saja rame gini, apalagi malam yah? Batin Mika. Jogja memang beda, menurut Mika. Taxi-nya aja keren-keren. Balleno pun bisa dijadikan taxi!! Sepanjang jalan, bertebaran pedagang kaki lima dengan dagangan khasnya. Ada kaos dagadu palsu, sandal dan tas kerajinan tangan yang harganya bikin ngiler, ada pedagang makanan, ada pedagang ikat pinggang sampai pemantik! Asesoris buatan tangan pun banyak. Mika tertarik pada wayang kulit mini, 6 wayang kulit seukuran tangan seharga dua belas ribu. Bagus buat pajangan di kamar. Dibelinya lah wayang kulit itu.

Mereka pun tiba di Mirota, pusat batik Mirota. Masuk ke dalam, mereka disambut para penjaga 'toko' yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Disitu bukan hanya batik saja yang dijual, masih banyak lagi pernak pernik cantik yang dipajang di rak-rak berukiran etnis. Mika menyukai boneka jepang yang memakai kimono berbahan batik. Dibelinya sepasang untuk dirinya dan sepasang lagi untuk Sulis. Gadis itu sendiri membeli tas tangan berbahan katun yang manis untuk Mika, kembaran dengan dirinya. Mika masih membeli dua daster batik buat Rei. Sulis membelikan satu sandal rumah, yang nyaman di kaki buat majikan perempuannya itu. Puas melihat-lihat keduanya memutuskan untuk mengisi perut di warung pinggir jalan.

"Mbak Mika ga pa pa makan di sini kan?" tanya Sulis, khawatir Mika ga terbiasa dengan warung pinggir jalan.
"Yeee Sulis, biasa lah!! Kadang masakan sini lebih enak dari restoran loh!" jawab Mika semangat. Keduanya makan nasi pecel dan minum es degan. Segarnya setelah capek jalan-jalan dan belanja. Lewat makan siang keduanya pulang ke rumah yang disambut Rei dengan senyum gembira.

"Duh, kirain kalian berdua nyasar!!" komentar Rei. Mika dan Sulis ikut tertawa.
"Idih tante, emang kita anak kecil? Hihihi. Eh tante, Mika beliin daster buat tante, bagus loh." Mika menyodorkan satu bungkusan ke Rei.
"Wah, tante kan ga minta dibelikan? Tapi makasih yah Ka..." ujar Rei semangat, membuka daster itu dan memuji pilihan Mika.
"Saya juga beliin mbak sandal ... " ujar Sulis dengan ragu-ragu menyodorkan bungkusan sandal ke Rei. Rei terbeliak.
"Aduh Sulis, itu duit bukan untuk beliin mbak sandal .. tapiiii mbak terima kasih sekali kalau kamu sudah membelikannya. Wahhh enak di kaki!!" puji Rei pada Sulis. Sulis tersenyum bahagia.
"Sulis juga terima kasih buat mbak Mika. Semalam sudah ngasih saya gelang perak ini, eh, hari ini beliin saya boneka jepang ini." Sulis memamerkan boneka jepang yang dibelikan Mika buatnya.
"Loh, fifty-fifty kan Lis, kamu juga udah beliin gue tas mungil ini .. thanks yah!" ujar Mika tulus. Rei senang, Mika dan Sulis ternyata akrab.

"Kalian sudah makan?" tanya Rei, menyadari jam telah menunjuk pukul dua siang.
"Udah tadi tan, tante sendiri udah makan?" tanya Mika khawatir. Jangan sampai deh tantenya menunggu mereka untuk makan siang bersama.
"Oh, sudah. Tadi om mu nyuruh orang ngantar makanan kesini, soalnya tante ga masak sih .. masih belajar hehehe." jawab Rei malu-malu.
"Ya udah kalau gitu Mika mandi dulu yah." ujar Mika kembali ke kamar. Sulis pun pamit ke kamarnya. Setelah mandi, pembantu muda usia itu mulai memasak untuk makan malam.

to be continued!!


Thursday, August 05, 2004


Risalah Cinta part.20


Sulis menarik napas panjang dan mulai bercerita.
"Saya lahir dari keluarga berkecukupan mbak. Ayah seorang pengusaha dan ibu hanya berperan sebagai ibu rumah tangga. Hidup kami lumayan enak, bahkan jauh dari susah. Saya sekolah di sekolah lumayan elit di Jojga ini mbak. Sampai kemudian ayah jatuh bangkrut, perusahaan garmentnya gulung tikar, disitulah saya mengalami rasanya bila dunia benar-benar berputar. Kadang kita berada diatas, kadang dibawah." cerita meluncur lancar dari bibirnya. Mika mendengarkan dengan antusias, dia bangkit duduk sekarang, menatap Sulis.

"Lalu? Apa yang terjadi?" tanya Mika.
"Teman-teman ayah menjauhi, demikian pula dengan keluarga. Padahal waktu ayah masih jaya, mereka selalu datang ke rumah. Rumah kami kemudian di jual agar ayah punya modal lagi, mulai lagi dari bawah, tapi ayah justru tambah terpuruk. Hidup dari hutang sana sini. Kami lalu tinggal di rumah sangat sederhana yang dibeli ayah dari uang terakhir yang dipunyainya. Kelas satu smu ayah akhirnya meninggal. Ibu masih berusaha berjualan kue, usaha ini itu agar kami tetap mampu bertahan hidup. Tapi, toh ibu ga kuat menanggung beban ini sendiri, kelas dua smu ibu pun menyusul ayah." mata Sulis nampak berkaca-kaca. Mika pun mulai merasakan air hangat itu merebak di pelupuk matanya.

"Saya terpaksa berhenti sekolah, rumah itu saya jual, keluarga ga ada satu pun yang mau menerima saya .. malang memang .." Mika menangis. Nasib Sulis yang cantik .. malangnya!!
"Lalu??" tanya Mika lagi, enggan rasanya bila Sulis memenggal ceritanya sedetik pun.
"Saya bertahan di kost kecil yang murah, menghemat uang hasil menjual rumah sambil melamar kerja ke sana sini. Mana ada kantor atau perusahaan yang mau menerima tamatan smp? Yang ada hanya kerjaan ga beres .. yang mengandalkan tampang dan tubuh .. saya ga mau .. saya masih waras." Sulis menarik napas panjang, matanya menerawang.

"Lalu langkah kaki membawa saya ke rumah keluarga Laksono Musry. Disitu saya diterima bekerja sebagai pembantu. Ibu amat baik pada saya mbak, bapak juga demikian. Apalagi mas Grev .. semuanya baik." Mika menghapus air matanya.
"Dari situ awal rasa suka kamu ke om Grev??" tanya Mika. Sulis mengangguk.
"Iya .. dari situ. Mas Grev amat baik dan perhatian. Saya dari awal sudah tau, ini salah, ga boleh diteruskan, tapi hati saya yang lain selalu membuat saya terus mempertahankan rasa cinta saya .." ujar Sulis lugu. Mika mengangguk mengerti.

"Lalu??""Saya sempat mencuri satu foto mas Grev dan saya pandangi setiap malam." Mika ingat foto yang telah mereka bakar tadi.
"Kemudian mas Grev menikah dengan mbak Rei, saya menangis. Saya menangisi cinta saya dan nasib saya." ujar Sulis.
"Kamu kurang berdo'a Lis .." ujar Mika. Sulis mengangguk setuju. Barangkali setelah malam ini, semua yang diucapkan Mika akan disetujuinya.

"Sampai kemudian ibu meminta saya untuk tinggal disini, menemani mbak Rei yang tengah hamil. Saya semakin ga bisa melepaskan bayang-bayang mas Grev. Saya .. saya sendiri sering merutuki diri saya, kenapa harus mencintai mas Grev?? Status kita berbeda, mas Grev malah telah menikah .. " Mika tersenyum. Pantas saja sih, Grev memang cakep, pantas kalau dicintai.
"Saya berusaha mbak ... berusaha melupakan, menghapus semua bayang-bayang itu. Diary itu tempat saya curhat .. Sedih sekali mbak mencintai orang yang tidak tau menahu soal perasaan kita." kata Sulis.
"Diary memang teman curhat Lis, tapi dia ga bisa ngasih pendapat kalau kita salah. Dia hanya membisu, menampung semua uneg-uneg kita." hibur Mika.
"Iya mbak .. memang benar, malah dengan nulis diary, saya semakin terpuruk. Saya semakin sulit .." sambung Sulis.
"Yeah .. saya sendiri juga punya diary, tapi itu masa smp, sekarang ga lagi." ujar Mika.

"Saya terima kasih sekali sama mbak Mika." ujar Sulis akhirnya.
"Untuk apa?" tanya Mika. Menurutnya dia ga berbuat satu hal pun untuk Sulis.
"Karena kebaikan mbak Mika memberi saya gelang ini lah, mbak sampai memergoki saya, mbak ngasih saya nasihat, mbak membuka mata saya, membangunkan saya dari mimpi buruk ini." Mika tersenyum mendengarnya. Dia hanya ga ingin Sulis lebih terpuruk, itu saja.

"Sudahlah Sulis, lupakan itu." elak Mika.
"Mbak malah mau merahasiakan ini bersama saya. Mbak amat baik, mau memberi saya kesempatan hidup di rumah ini .."
"Oh, itu ga usah kamu pikirkan, saya sebetulnya memang ga punya hak buat ngusir kamu apalagi membiarkan kamu pergi begitu saja. Lagian kamu sebenarnya baik, hanya sedikit salah jalan saja. Lagi pula, mana ada sih manusia yang ga pernah berbuat salah?" hibur Mika. Sulis tersenyum.
"Terima kasih mbak .. saya terima kasih .." Mika tertawa.
"Sudahlah .. sudah jam tiga pagi loh .. ayo tidur. Besok kan kamu harus bangun pagi, kerja lagi." ujar Mika. Diajaknya Sulis tidur bersamanya.

Mika masih belum tertidur. Masih memikirkan Sulis. Kasihan, tepatnya. Sulis yang cantik tapi malang. Mika ingin mengajak Sulis ke Surabaya, mengajaknya tinggal bersama oma dan opa, biar saja Sulis melanjutkan sekolah, terlambat kan lebih baik dari pada tidak sama sekali. Ingin menjadikan Sulis sahabatnya, tanpa memandang status sosial gadis malang itu. Mika sadar, rasa cinta bisa tumbuh kapan dan dimana saja, tepat atau tidak tepat, itu tetap cinta, hal suci dari hidup manusia. Om Grev dan tante Rei pun jatuh cinta lewat irc, hal yang kadang ditertawakan orang. Tapi itu tetap cinta kan namanya? Siapa sih yang sanggup menolak pesona cinta??

Adiknya Miko saja bisa jatuh cinta, cinta abg yang kepergok guru, yang bikin masalah akhirnya, tapi itu tetap cinta kan? Mika sendiri turut memikirkan cintanya pada seseorang yang jauh di Jerman, sedang apa kah dia? Cinta Mika, cinta yang tidak pada tempatnya juga, mencintai adik mamanya. Meskipun mendapat angin segar dari om-nya sendiri, Mika masih harus memikirkan perasaan mamanya juga. Cinta memang aneh yah? Mika pun tertidur.

Sulis pun demikian, masih terus memikirkan hal yang baru saja terjadi. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia memang benar-benar berterima kasih pada Mika. Karena Mika ingin memberinya gelang, semua nya terbongkar, cintanya pada Grev, diary dan foto. Sulis tadi ingin mati saja. Tapi kata-kata Mika yang bijak, lebih bijak dari usianya, membuat Sulis seolah mendapat semangat baru. Dia memang ga mau menjadi duri dalam keluarga majikannya. Tapi meskipun telah berupaya, usahanya untuk melupakan Grev sia-sia. Pesona Grev sungguh kuat.

Bila saja Mika tidak masuk ke kamarnya, mungkin dia akan terus bermain dengan hayalan. Kenapa penyesalan selalu datang terlambat? Sulis bersyukur, Mika gadis yang baik, mau mengerti perasaannya juga. Dengan kejadian malam ini, Sulis menyadari kesalahan dan kebodohannya. Dunia masih luas di luar sana, bukan hanya Grev laki-laki yang hidup di dunia ini. Sulis betul-betul sadar akan ketololannya. Betul kata Mika, diary memang tempat curhat yang menyenangkan, tapi dia ga bisa kasih komentar atau nasihat bila kita salah, dia hanya bisa menampung apa yang ingin kita tuangkan padanya. Diary hanya benda mati. Sulis sebenarnya butuh teman curhat, yang bisa menasihatinya bila dirinya salah. Mika memberinya jalan baru yang terang. Hari ini, Sulis berjanji akan melupakan semuanya, Grev dan diary tolol itu. Sulis berjanji akan mengabdi sebaik-baiknya pada keluarga baik ini. Dirinya mungkin hanya seorang pembantu, tapi dia ga mau hatinya jadi ikut-ikutan diperbudak cinta.

Sulis menarik napas panjang, lega. Dirinya bukan lagi duri bagi keluarga ini dengan berakhirnya impian dan cintanya pada Grev. Dia bisa bekerja dengan perasaan yang lebih ringan dan plong. Bahkan Sulis berjanji akan ikut bahagia melihat kebahagiaan kedua majikannya. Semuanya berakhir dengan baik, Alhamdulillah, batin Sulis berulang kali mengucapkannya. Sulis melirik Mika yang tertidur disampingnya. Terima kasih mbak Mika, batin Sulis berucap tulus.

to be continued!!



Thursday, July 29, 2004


Risalah Cinta  part.19

Kehadiran Mika di rumah Grev dan Rei di hari-hari berikut membawa angin segar, sesegar candanya, sesegar tawanya dan kata-katanya. Gadis itu selalu bisa membuat orang tersenyum. Bahkan Sulis yang lebih sering terlihat diam pun bisa tertawa mendengar cerita-cerita konyol Mika. Rika menelepon dari Surabaya menanyakan kabar Mika, Rei malah balik bertanya soal Miko."Oh Miko, udah selesai kok dek, ga gampang memang urusannya. Tapi Alhamdulillah deh .. semua sudah selesai." kata Rika dari seberang telepon."Syukur deh mbak .. Rei khawatir aja. Mika disini baik-baik aja kok, seminggu lagi dia baru pulang, besok malah mau ke kota gede sama kita. Hampir tiap malam Mika kita ajak keliling kota naik mobil hehehe." cerita Rei."Bagus lah kalau begitu." telepon ditutup. Rei tersenyum puas. Hampir semua masalah selesai.

Dia sedikit merasa lucu juga. Banyak masalah yang datang dan pergi di sini. Di Surabaya, dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan, ke warnet, nyaris tanpa masalah berarti. Dia menikmati rasa menjadi anak bungsu yang cenderung manja. Perusahaan travel Grev pun berjalan mulus, apalagi Bimo lebih aktif sekarang di kantor. Doni mulai menjalin cinta dengan Manda. Memang baik begitu, sekantor dengan Lia, berseberangan meja malah, akan membuat hatinya sakit mengingat Lia telah menjadi istri Bimo. Manda, si resepsionis cantik pun menerima Doni dengan tangan terbuka, gayung bersambut deh.

Emmi dan Keke .. sepertinya mereka tak dapat dipisahkan lagi. Entah apa rencana yang ada di kepala mereka berdua. Rei tak mau ambil pusing, itu urusan yang amat pribadi, menanyakan pada Grev saja pun dia ga mau. Untuk apa? Mending dia menjaga kondisi semasa hamil ini. Bukan ketiga, sebentar lagi masuk bulan ke empat. Ma Grev sekarang lebih sering menelepon, juga pa nya. Sekedar tanya 'sudah makan?' 'sudah minum vitamin?' 'kapan ke dokter lagi?' dan lain sebagainya. Rei menganggapnya sebagai kasih sayang yang berlimpah.

Grev pernah bercerita soal mata Yanus yang sering berair, kata dokter, Yanus sudah harus memakai kaca mata!! Rei menanggapinya sebagai angin lalu saja, toh Yanus bukan anak kecil lagi, tak ganjil kok memakai kacamata."Padahal dia itu paling benci sama kaca mata, ribet katanya!" kata Grev waktu itu. Rei hanya bisa geleng-geleng kepala. Sebagian orang menganggap kaca mata itu penting, buat gaya. Eh Yanus malah benci sama kaca mata.
Ada yang tak diketahui Rei dan yang lainnya. Ada satu hati yang mencintai Grev diam-diam. Satu hati yang mencinta Grev lebih dari apa pun dan terus merutuki dirinya sendiri, mengapa bernasib sial menjadi seorang pembantu. Ada satu hati yang merana setiap kali melihat kemesraan Rei dan Grev di rumah itu, dia Sulis. Sulis yang malang. Sulis yang nelangsa.

+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+

Hari ini mereka kecapaian. Setelah bermobil ke kota Gede pulang pergi, malam ini mereka makan dengan tampang letih. Sulis menyediakan makan di ruang makan, bukan di meja dapur kecil. Grev, Rei dan Mika makan tanpa suara. Setelah makan Rei ingin beristirahat, Grev menyetujuinya."Iya dear, elu kelihatan capek banget, gue ga mau ma marah-marah ke gue loh." komentar Grev. Mika terawa kecil."Iya nih tante .. ngotot ikut hihihi." Mika menggoda Rei. Rei tertawa."Kan tante belum ke sana Ka .. lagian mumpung si dia blum lahir, kalau sudah lahir, kapan bisa punya waktu ke sana hehehe." jawab Rei tak mau kalah. Setelah makan Rei langsung masuk kamar disusul Grev. Mika sendiri masuk ke kamarnya.

Sulis memberesi meja dan mencuci perabot makan. Setelah itu dia lekas-lekas cuci muka dan masuk kamar. Seperti biasa, gadis itu ga bisa tidur, yang ada di kepalanya lagi-lagi hanya Grev. Tuhan, sampai kapan aku bisa melupakan dia? Sulis bangkit, membuka lemari, mengambil diary dan selembar foto Grev disitu. Memandangi foto itu lekat-lekat dan mulai menulis diary, diary imut yang penuh dengan cintanya pada Grev. Menumpahkan semua rasa yang tertahan di dadanya di situ. Tempat bisu yang sanggup menampung semuanya tanpa cela dan protes.

Di kamar Mika, cewek itu ga bisa tidur. Diperhatikannya gelang, kalung dan cincin perak yang dibelinya dari kota Gede, ada yang mahal, yang dibelikan Rei dan Grev untuknya, ada yang murah, oleh-oleh yang akan dibawanya pulang nanti ke Surabaya. Banyak sudah oleh-olehnya, yang lain sudah di pack di dalam kardus, yang lain masih berceceran di karpet dan meja. Mika ingin pindah kuliah di Jojga, biarpun ga masuk UGM, yang penting kuliah di Jogja. Tapi tentu saja mama dan papanya ga bakal setuju. Dia sendiri sudah terlanjur jatuh cinta pada kota ini sejak pertama kali menginjakan kaki di bandara Adi Sucipto. Timbul satu ide di kepala Mika, dia ingin memberi Sulis satu gelang perak yang dibelinya tadi.

Mika menyeret sandal rumahnya dengan satu gelang di tangan. Pasti Sulis terkejut melihat gelang ini. Mika sendiri ingin menjadikan Sulis temannya meskipun Sulis hanya seorang pembantu. Bagi Mika, berteman itu tak perlu pandang status apa pun. Yang penting nyambung, gitu selalu dia berkomentar. Tanpa permisi Mika masuk ke kamar Sulis, gadis itu rupanya ga menyadari kehadiran Mika, ga menyangka Mika akan masuk ke kamarnya. Sulis tengah asik curhat pada diarynya, membelakangi pintu, duduk di meja yang menghadap tembok. Mika memelankan langkahnya .. pelan mengintip apa yang ditulis Sulis malam-malam begini. Mika tercekat, dilihatnya foto Grev di samping sebuah diary. Mika melotot tak percaya pada sedikit kata-kata yang sempat dibacanya,

Sulis cinta mas Grev .. apa daya Sulis hanya seorang pembantu.

Mika menarik napas pelan dan berdehem halus. Sulis kaget dan cepat-cepat menutup diarynya .. berbalik dan menatap Mika terpana. Sampai disinilah riwayatnya!! Sulis ingin menangis."Mbak Mika!!" serunya. Mika menatap Sulis .. ga percaya, ternyata didalam rumah tangga tantenya, ada duri kecil yang hidup."Sulis cinta mas Grev? Cinta om Grev??" ujar Mika patah-patah. Sulis diam, ga bisa bicara, lidahnya kelu."Sulis jawab!!" tuntut Mika. Dia ingin pengakuan jujur dari Sulis."Elu cinta om gue?????!!!!" lagi-lagi Mika berseru, hampir berteriak."Ampun mbak Mika, jangan teriak .. Sulis minta ampun." gadis itu mulai menangis. Mika duduk di ranjang Sulis. Menatap pembantu muda itu yang menangis, dan telah duduk terpekur di lantai.

"Sulis, tante Rei amat baik sama kamu." ujar Mika. Dia sendiri shock! Apa yang akan dikatakan tante dan om nya bila mereka tau hal ini? Marah kah? Benci kah mereka terhadap gadis tak berdaya ini?
"Saya minta ampun mbak .. ampun .." gadis itu tersedu-sedu.
"Kamu tau kan, tante Rei sudah menganggap kamu seperti adik sendiri? Gue sendiri melihat bagaimana baiknya tante sama kamu .. om Grev juga baik, apa karena kebaikan om Grev kamu jatuh cinta??" berondong Mika penuh rasa ingin tau. Sulis menggeleng lemah.

"Jangan membohongi kata hati Sulis .. om Grev memang baik, bukan hanya sama kamu, tapi sama semua orang. Sama Mika juga. Tapi apakah semua orang lantas jatuh cinta akibat kebaikannya?" Sulis diam, masih menangis.
"Saya salah mbak, Sulis janji, besok akan pergi dari sini." kata gadis itu. Mika menggeleng.
"Ga, kamu ga boleh pergi." tahan Mika.
"Saya malu mbak .. Sulis sebaiknya pergi dari sini .." kata Sulis lagi.
"Untuk apa? Apa kamu pikir dengan begitu masalah ini selesai? Kamu harus memulainya dari hati kamu sendiri. Hilangkan rasa cinta itu Sulis, itu salah! Kalau kamu langsung pergi, mereka pasti akan bertanya-tanya, dan gue pasti akan bercerita .. itu menyakitkan." kata Mika.
"Lalu saya harus bagaimana mbak?? Sulis bingung .." gadis itu tersedu-sedu lagi meratapi nasibnya. Kenapa tadi hatinya gatal ingin menulis diary? Kenapa?!!!

"Rahasia ini akan gue jaga, asal elu tetap tinggal disini, membantu tante Rei seperti biasa, gue juga masih muda, sama kayak kamu. Gue juga bisa saja terperosok dalam masalah yang sama dengan kamu, jadi biarkan ini akan jadi rahasia kita berdua. Malam ini, bakar foto dan diary itu. Kalau hari ini kedapatan gue, besok-besok mungkin kedapatan tante atau om, atau si Pardi." Sulis mengangguk patuh.
"Sulis, gue ingin bersahabat dengan kamu, jadi, lepaskan rasa itu .. kasihan diri kamu, kasihan mereka halau hal ini sampai terbongkar. Hal yang busuk, sekuat apa pun kita menutupnya rapat-rapat, pasti akan terbongkar juga, paham?" Sulis mengangguk lagi.
"Mbak Mika .. terima kasih .. mbak Mika baik sama saya, semua orang juga baik sama Sulis .." ujar gadis itu terbata.
"Apa kamu jatuh cinta sama gue karena kebaikan gue?" tanya Mika lagi.
"Ga mbak .. ga .." jawab Sulis. Mika menarik napas lega. Dihampirinya Sulis yang duduk terpekur di lantai, meraih tangannya, memakaikan gelang perak yang tadi berniat diberikan ke Sulis. Sulis menatap wajah Mika tak percaya.

"Mbak Mika?? Ngasih saya gelang ini?? Setahu saya harganya pasti mahal." Sulis menatap Mika haru.
"Mahal atau tidak, itu bukan suatu ukuran, yang penting niatnya. Oke?" ujar Mika lagi. Sulis mengangguk.
"Mbak Mika .. mau kah mbak menemani saya?" tanya Sulis penuh harap.
"Menemani apa?" Mika balik bertanya.
"Menemani saya membakar diary dan foto ini. Mendengar saya .. sedikit saja." kata gadis itu. Mika mengangguk setuju. Keduanya lantas menuju halaman belakang, mengambil korek dan mulai membakar diary imut dan foto Grev tersebut. Sulis menarik napas lega. Setelah sisa diary dan foto yang terbakar mereka bersihkan tanpa suara, mereka kembali ke kamar.

"Sulis, ke kamar gue saja yuk! Malam ini tidur di kamar gue, sambil curhat. Gue tau, kamu sebetulnya butuh teman curhat." kata Mika bijak. Sulis mengangguk patuh. Diambilnya selimut di kamarnya sendiri dan menyusul Mika ke kamarnya. Mika tiduran di ranjang, Sulis duduk disampingnya. Menatap takut pada gadis itu. Mika tersenyum bijak.
"Ceritalah, apa saja, agar perasaan kamu lega." kata Mika kemudian. Sulis mulai bicara .. pelan tapi pasti. Entahlah, setelah kejadian tadi, rasa letih dan kantuk seolah pergi dari Mika. Gadis itu begitu antusias ingin mendengar cerita Sulis, soal apa saja. Mika, biar pun cewek ceriwis dan hidup dalam lingkungan yang berbeda dari Sulis, namun dia cukup bijak. Mungkin karena dia anak pertama dalam keluarganya, barangkali karena pola pikirnya yang mulai dewasa, macam-macam lah. Dia sendiri puas dengan apa yang telah dilontarkannya pada Sulis tadi. Tak perlu ribut-ribut, semuanya bisa ditangani dengan baik, asal kita mau saja.

Sulis sendiri lebih lega. Dia awalnya ga percaya semua ini bisa terbongkar begitu saja, dalam semalam. Ga percaya bahwa hal ini justru akan diketahui Mika, keponakan Rei, majikannya sendiri. Sulis, seperti terbuka matanya dari mimpi buruk selama ini begitu Mika memergokinya di kamar tadi. Sulis kaget, tentu saja, itu hal yang amat sangat disembunyikannya selama ini. Dia sudah mau pingsan duluan begitu melihat Mika. Tapi kata-kata Mika berikutnya membuatnya seperti disiram air es. Dia menangis .. Ternyata, Mika, biarpun terlihat cerewet dan centil, tersimpan kebaikan hati yang tiada tara, Sulis berulang-ulang ngucap Alhamdulillah atas semua ini. Mika justru ingin mendengarnya berkisah, tentang apa saja .. Sulis rasanya ingin memeluk Mika, melabuhkan rasa terima kasihnya disitu. Mika benar, sesungguhnya Sulis butuh tempat curhat, tempat berbagi yang aktif, tidak pasif seperti sebuah diary.

to be continued!!



Tuesday, July 20, 2004


Risalah Cinta  part.18

Rei dan Lia masih membicarakan banyak hal lainnya. Soal orangtua Lia yang kolot, soal sekolah Lia dulu sampai soal kehidupan lain dari para karyawan. Rei sempat kaget mendengar pasangan lines, Emmi dan Keke. Awalnya dia tak percaya omongan Lia, namun fakta-fakta yang dibeberkan Lia memaksa dirinya untuk percaya. Pantas saja, mereka selalu bersama. Mereka selalu kompak dalam pekerjaan dan lain sebagainya. Rei lebih kaget lagi begitu Lia bercerita soal calon suami Emmi yang melarikan diri saat Emmi tengah hamil muda. Begitu kejamnya para pria menyikapi kekasih mereka yang hamil di luar nikah. Begitu mudahnya mereka melarikan diri!

Suaminya sendiri bagaimana? Apakah suaminya tau soal ini? Soal Emmi dan Keke, sampai pada masalah pribadi mereka? Well, Rei beruntung, suaminya tak seperti pria-pria yang menjengkelkan itu, yang lari dari kenyataan dan takut bertanggung jawab. Ataukah Grev pun akan bersikap demikian bila dihadapkan pada masalah yang sama? Rei menggeleng lemah, tak tau lah, yang jelas dirinya merasa aman-aman saja bersama Grev. Dirinya merengkuh kebahagiaan bersama Grev.

"Oh iya Lia, ibu sendiri belum pernah bertemu Bimo." ujar Rei tiba-tiba."Oh ya? Mungkin sebaiknya ga usah bu, dia itu brengsekk .. maaf ..""Ga pa pa, kamu toh masih marah padanya, barangkali akan terus marah pada sikap dan sifatnya, iya kan?" ujar Rei lagi. Lia mengangguk. Jelas lah, siapa sih yang bisa dengan mudah memaafkan pria yang telah berbohong dan tertawa gembira diatas penderitaan batinnya?"Seperti yang ibu sarankan tadi, banyak do'a yah, ibu juga ikut berdo'a untukmu Lia, semoga semua ini cepat selesai. Kalau kamu butuh tempat berbagi, hubungi ibu saja, telpon ke rumah atau sms ... oke? Sekarang kamu kembali kerja saja .. ga usah pikir macam-macam dulu." nasehat Rei. Lia mengangguk setuju."Terima kasih bu .." Lia bangkit dan keluar. Rei menarik napas lega. Bicara dari hati ke hati? Ehhh .. ga mudah yah? Untuk mengisi kekosongan waktu, Lia menghidupkan komputer Grev, online, mengechek surat sembari mendengar Radio online, Heart Beat Station. Headphone menempel erat di telingannya.

Jauh dari situ, Grev tengah cemas menanti seseorang di sebuah cafe mungil yang tak begitu ramai. Diperhatikannya jam ditangannya berulang kali, kemana sih dia? Ga brapa lama, Bimo muncul dihadapannya dengan tampang yang lebih segar dan senyum mengembang."Hei .." tegur Bimo. Grev meninju lengan Bimo dan mengajaknya duduk. Setelah memanggil pelayan dan memesan minuman, Grev langsung ke pokok permasalahan yang ingin dia bicarakan."Gimana, sudah ngambil keputusan? Gue pengen dengar keputusan elu sekarang juga. Kasihan Lia, jangan ombang ambingkan dirinya bro, Lia itu baik." ujar Grev. Bimo nampak siap bicara. Entah apa keputusan cowok yang satu ini.

"Gue akan menikahi Lia Grev." Grev tersenyum senang mendengarnya, akhirnya sahabatnya ini insaf, akhirnya dia menyadari dan mau bertanggung jawab terhadap kehamilan Lia."Good! I'm so glad to hear that bro .. you're nice hehehe." seru Grev senang. Bimo terkekeh."Angin apa yang berhembus neh sampe elu bisa seBAIK itu ngambil keputusan?!" tanya Grev ingin tau. Seorang Bimo memilih menikahi gadis yang 'belum' dicintainya, amazing thing, mengingat sebelumnya dia justru ingin melarikan diri begitu tau Lia hamil?!"Angin Grev hahaha. Gue sadar aja ... entahlah, kesadaran itu seperti datang tiba-tiba ke diri gue. Gue takut karma juga, gue kasihan Lia juga, gue kasihan juga kalau Doni yang harus bertanggung jawab meskipun ga ada yang maksa dia buat bertanggung jawab." ujar Bimo. Grev tersenyum."Angin gue heh?""Just forget it. Gue siap ke kantor sekarang, gue pengen ngomong sama Lia." ujar Bimo lagi."Good. Tadi Rei sudah gue suruh bicara sama Lia.""Rei? Istri elu bicara sama Lia? Oh iya, gue bahkan belum pernah bertemu istri lu, berkenalan pun belum! Sudah sekian lama .." Bimo mengingatkan."Iya iya, nanti di kantor elu bisa ketemu dan kenalan sama Rei." kata Grev. Kedua sahabat itu menghabiskan minum mereka kemudian kembali ke kantor.

Rei kaget saat pintu kantor Grev terkuak, suaminya nongol bersama seorang cowok. Oh, ini pasti Bimo, batin Rei. Memang cakep, tapi kalau sok cakep, justru jelek. Bimo tersenyum pada Rei."Dear .. ini Bimo." ujar Grev. Rei bangkit, melepaskan headphone dan menerima uluran tangan Bimo di depannya."Rei." kata Rei."Bimo, senang bertemu anda." balas Bimo sok formil. Rei tertawa. Mereka duduk bertiga."Well Bimo, apa perlu gue panggilkan Lia sekarang?" tanya Grev ga sabar. Dia ingin mendengar sendiri Bimo meminta maaf pada Lia dan mengajaknya menikah, meskipun hal itu sepertinya kurang etis."Hmmm .." Bimo berdehem."Kalau gitu kita keluar yuk mas .." ajak Rei."Loh, gue kan pengen dengar dear .." Rei terperanjat."Mas ini bagaimana sih?

Biarpun Bimo sahabat mas, tapi ini urusan hatinya, boleh sih ikut campur, tapi jangan sampai terlalu jauh .. lagian Bimo pasti malu. Tul ga Bim?" seru Rei. Grev nyengir."Betul juga Rei .. biar nanti Lia gue panggil ke ruangan gue aja. Oke, gue kesono dulu." ujar Bimo. Dia berlalu dari situ.
"Duh, padahal gue pengen denger loh dear ..." sesal Grev. Rei tertawa, sikap suaminya persis emak-emak yang ingin mendengar gosip terbaru."Sudah lah mas, beri mereka privacy untuk hal ini." hibur Rei. Grev duduk di balik meja."Iya deh .. ngalah deh hehehe.""Gitu dong. Oh iya mas, tadi gue denger sesuatu yang .. hem .. rada aneh." Rei teringat omongan Lia soal pasangan lines, bawahan Grev."Soal apa?" tanya Grev antusias."Soal Emmi dan Keke. Tadi Lia yang ngasih tau." Grev membeliak, Emmi dan Keke? Pasangan lines di kantornya? Oh hohoho .. Grev tertawa kecil.

"Gue dah tau kok dear ..." ujar Grev."Sudah tau? Kok ga ngasih tau Rei sih mas? Sejak kapan mereka gituan?" tanya Rei antusias. "Gituan apanya? Tidur bareng? Wahahahah dear ini loh .." goda Grev. Rei berjalan cepat menuju kursi Grev dan mencubit lengan suaminya gemas."Iggggghhh .. ditanyain kok .. hihhihi." Rei merasa seperti berada di ruang chat bersama 'Bas', saling canda, saling goda."Taunya sih sudah lama ... Mereka jadi pasangan lesbian sejak Emmi kena masalah. Masalah yang nyaris sama dengan Lia. Tapi Emmi lebih terpukul, masalahnya itu calon suaminya, mereka sedang dalam perencanaan pernikahan." tutur Grev. Rei anggut-manggut.
"Kasihan yah Emmi?" kata Rei. Grev mengangguk."Iya, nasibnya lebih buruk. Makanya dia begitu membenci Bimo setelah mendengar kehamilan Lia dan penolakan Bimo untuk menikahinya. Mereka, Emmi dan Keke, sama-sama membenci pria." jelas Grev lagi."Latar belakang Keke sendiri gimana mas?" dia penasaran banget. Iya lah kalau Emmi memang membenci para pria dan memilih sesama wanita, karena dia pernah terbentur pada masalah yang menyakitkan seperti itu."Keke .. dia itu tomboy .. dominan .. Keke kayaknya bawaan deh." jawab Grev."Wekz .. tapi ga semua cewek tomboy itu punya bakat jadi lesbian mas!" Rei melontarkan argumennya."Iya sih, ga semua, tapi ada kan?" sambar Grev. Mau ga mau Rei setuju juga. Memang ga semua cewek tomboy berbakat jadi lesbian. Latar belakang mereka menjadi lesbian pun macam-macam.

"Sudahlah dear .. jangan terlalu memikirkan mereka, biarkan saja mereka dengan hidup yang mereka jalani sendiri. Yang penting kita ga ikut terlibat bersama mereka." Rei tersenyum penuh arti. "Betul .. eh mas, lapar nih .. dah hampir waktu makan siang loh. Kita makan di rumah atau di kantin depan?" tanya Rei. Perutnya mulai terasa keroncongan. Dia memang lebih mudah terasa lapar sejak hamil."Di kantin depan saja yuk. Masih banyak kerjaan yang keteter nih dear. Nanti setelah makan siang, dear mau pulang atau temenin gue kerja?""Temenin mas kerja aja deh." mereka pun keluar makan siang. Di ruang kerja karyawan nampak bude Sarah masih berkutat dengan pekerjaannya. Dan Geyah, seperti biasa, memilih makan siang di kantor, sambil chating, sambil ngisi perut.

"Bude ga keluar makan?" tanya Grev begitu mereka melewati Sarah."Belum, nanti saja lah pak." jawab Sarah ramah trus melanjutkan pekerjaannya. Lia tak nampak batang hidungnya, pasti lagi bersama Bimo di ruang kerja wakil direktur. Doni pasti masih cari guide, karyawan outdoor mereka dan Yanus ... apa sih penyebab mata berairnya? Grev dan Rei bergegas menuju kantin depan bangunan kantor, makan siang disana, melewati Manda dan Ratna yang asik ngerumpi. Pasti ngerumpiin Lia, batin Rei.

Di rumah mereka, Sulis mengajak Pardi makan siang. Pardi telah bersiap dengan seragam smp nya, siap berangkat sekolah."Mbak Sulis ga makan?" tanya Pardi. Sulis menggeleng."Nanti aja Di .. kamu makan duluan aja." ujar Sulis. Sejak pagi tadi dirinya digoda Grev, pikirannya malah tambah ga karuan. Yang dipikirkannya hanya Grev dan Grev, majikan tampan itu. Oh, dirinya telah terjerat tanpa mampu melepaskan diri dari pesona Grev. Setelah Pardi selesai makan dan membereskan meja, Pardi pun berangkat sekolah, tinggal lah Sulis di dalam rumah itu sendirian, memikirkan Grev.

+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+

Bulan Juni tiba, bulan liburan panjang bagi para siswa sekolah. Pardi menghabiskan waktu liburannya kembali ke rumah ma dan pa Grev. Usia kehamilan Rei memasuki bulan ke tiga. Ma Grev tambah perhatian padanya, kasih sayang nya ibarat mata air yang ga pernah habis. Bimo akhirnya menikahi Lia sebelum perut gadis muda itu membuncit. Rei dan Grev ikut hadir saat akad nikah dan resepsi pernikahan keduanya. Doni memilih ga ikut hadir pada hari 'bahagia dan penyelamatan' Lia, dan mungkin lebih baik begitu. Emmi dan Keke tambah lengket, 'pasangan' yang bahagia. Sulis masih terus berusaha melepaskan diri dari pesona Grev, tanpa ada upaya yang memuaskan. Bagaimana bisa lepas? Foto Grev saja selalu dipelototin setiap malam?!

Rei tengah assik mempelajari buku masak begitu telepon rumah berdering. Sulis bergegas menerima telepon."Mbak, telepon dari Mika .." Rei terlonjak, Mika! Ya ya, keponakannya itu pernah berjanji akan datang ke Jogja begitu liburan sekolah tiba, biar bisa barengan sama adik-adik dan mamanya."Hei Mika .. apa?!!! Sudah di Jogja?? Aduh, kenapa ga kasih kabar dulu sih? Bentar .. lima menit lagi kamu telpon kembali yah, tante telpon ke kantor om Grev dulu." Rei memencet tombol kantor Grev. Grev pun sama terkejutnya dengan Rei."Sudah di bandara?" tanya Grev dari seberang."Iya mas .. duh anak itu, tapi kok ga bareng-bareng sama mbak Rika yah mas?" tanya Rei penasaran."Ya mana gue tau lah dear .. ya udah .. gue ke sana sekarang jemputin Mika." ujar Grev sebelum menutup telepon. Rei langsung memanggil Sulis. Meminta Sulis untuk segera membereskan satu kamar tamu sedangkan dirinya membantu Sulis memasak. Aduh anak itu!! Telepon kembali berdering, Rei mengangkat gagang telepon, suara Mika disana. Rei membertahukannya, kalau Grev sedang dalam perjalanan menjemput Mika.

Masakan untuk makan siang telah beres, Sulis telah selesai membersihkan kamar tamu. Seprei diganti, lantai disapu, AC dihidupkan, kamar mandi disikat bersih. Sulis memang gesit. Rei sendiri telah mencuci muka lagi dan berganti baju, daster tepatnya, menunggu kedatangan keponakan tertuanya dan yang paling cerewet.
Satu jam kemudian mobil Grev datang. Mika langsung tereak-tereak ga karuan. Rei tertawa senang melihat sosok Mika yang .. hem .. tambah cantik dan oke."Tanteeeeeeeeeeeeeeeee Rrreeeeiiiii ..." tereak Mika dari depan pintu, berhambur ke dalam pelukan Rei. Rei mencium pipi keponakannya itu mesra. Duh, tambah kemayu!"Kamu ini bandel! Kenapa ga bilang dulu kalau mau datang?" semprot Rei sembari mengajak Mika ke kamar tamu. Mika menyeret koper kecilnya dengan cengiran di bibir."Nanti aja deh ceritanya, pokoknya sekarang Mika mau mandi, mau makan, eh tante dah pintar masa blum? Hihihihi .. Mika mau beres-beres baju dulu, baru deh Mika cerita ma tante.. oke?!" ujar Mika. Rei geleng-geleng kepala, anak ini memang selalu ceria dan ceriwis. Rei membiarkan Mika di kamar tamu, memberesi pakaiannya dan mandi. Dihampirinya Grev.
"Mas .. maaf ya, merepotkan." kata Rei. Grev yang saat itu sedang minum air hampir tersedak."Ya ampun dearrr ... jangan bilang gitu napeh .. eh, mas kembali ke kantor dulu yah. Dear makan saja bersama Mika." ujar Grev, dia nampak terburu-buru."Kenapa ga makan sekalian sama kita dulu mas?" tanya Rei lagi, menuntut."Dear .. banyak urusan hari ini .. dear ngerti kan?" pinta Grev. Rei akhirnya mengangguk. Grev mencium pipinya lembut dan kembali ke kantor. Sulis buru-buru menyiapkan makan siang.
Siang itu Rei, Mika dan Sulis makan bersama.

Mika awalnya kaget, ga mengira Sulis itu pembantu rumah tangga, lha wong cakep gitu. Mika mengira Sulis itu kerabat keluarga Grev yang tinggal bersama mereka."Kenapa mamamu dan adik-adik ga ikut Mika?" tanya Rei disela-sela mengunyah nasi. Lauk mereka siang itu, sayur bening, dadar jagung dan opor ayam."Hmmm Mama ga bisa ikut soalnya si Miko kena masalah tante." Rei mendengarkan dengan antusias. Miko, putra kedua bang Krisna kena masalah?"Masalah apa sih Ka?" tanya Rei penasaran."Habis ujian kenaikan kelas, Miko ketahuan lagi mencium pacarnya di belakang gedung sekolah, Miko dipanggil kepsek dan guru bp, reseh deh para guru itu, mana lagi orangtua pacarnya itu ga terima dan merasa malu. Mama sampai stres mikirin Miko tante." cerita Mika mengalir begitu saja. Rei tercekat."Itu wajar sih Ka, namanya juga abg, tapi kenapa orang tua pacarnya sampai ga terima? Anak mereka kan bukan dipaksa?" tanya Rei."Ya gitu deh .. sok jaga wibawa, sok jaga martabat! Huh, keki deh dengernya. Ya udah, Mika akhirnya diijinkan papa dan mama ke Jogja sendiri. Mika minta papa dan mama buat merahasiakan hal ini hihihihi." dasar anak bandel. Rei tertawa mendengarnya. Sedangkan Sulis tetap diam bersama mereka.

Sulis, menjadi perhatian Mika sejak pertama kali melihatnya dan ga menyangka dia seorang pembantu rumah tangga. Mika suka padanya, mungkin karena usia mereka nyaris sepantaran. Bagi Rei, bukan masalah bila Mika ingin ngobrol sama Sulis, toh dia sendiri menyukai Sulis. Sekali lagi, nasibnya tak semanis wajahnya.

to be continued!!



tuteh pharmantara
living in Ende - Flores
Email Me



Name :
Web URL :
Message :