Tuesday, September 21, 2004


Risalah Cinta part.25


Hari telah menjelang sore begitu Rei terbangun. Lekas-lekas dia mandi lalu keluar kamar. Sulis tengah mencuci piring di dapur.
"Lis, sudah makan siang tadi?" tanya Rei.
"Sudah mbak. Tadi pulang belanja saya langsung makan, untung si Pardi juga udah makan, sekarang dia lagi beres-beres di belakang." jawab Sulis sambil mengeringkan piring dan gelas.
"Syukurlah." ujar Rei sambil mengambil cangkir, membuat secangkir kopi untuk suaminya. Bila sedang tidak ada banyak kerja di kantor, biasanya Grev pulang jam 4 atau 5 sore.
"Oh iya mbak, belanjaan sudah saya masukan kulkas semua. Ini uang sisanya." kata Sulis sambil menyodorkan uang sisa belanja dan kertasnya.
"Oke Lis, makasih yah. Untung ada kamu dan Pardi heheh." mereka tertawa.

Seandainya dalam kondisi hamil tua seperti ini Rei ga dibantu Sulis dan Pardi, entahlah, dia sendiri pasti ga sanggup mengurus rumah ini sendirian. Thanks ma yang telah mengijinkan Pardi dan Sulis tinggal di sini, batin Rei. Tak lama Grev pun pulang. Langsung ke dapur.
"Dear .. " Grev memeluh Rei dari belakang. Sulis tau diri dan cepat-cepat ke halaman belakang membantu Pardi.
"Hmm, Sulis sampai malu melihat kita hahaha." kata Grev. Mereka duduk. Rei menyerahkan cangkir kopi yang baru diseduh ke Grev.
"Tadi Rei sudah minta Sulis belanja. Biar besok tinggal masak. Jam satu atau dua ma dan Mika tiba. Nanti siapa yang menjemput ke terminal mas?" tanya Rei.
"Ya gue dong dear, mau siapa lagi?" balas Grev cepat.
"Aduh, keluarga Rei sepertinya selalu membuat mas repot yah?" Grev mengacak-acak rambut Rei.
"Segitu kok dibilang repot." Grev menghirup kopi panasnya.

"Dear, kata Bimo, Lia sudah mulai sakit-sakit tuh .. elu belum?" Rei tertawa mendengar pertanyaan suaminya.
"Ya belum lah mas. Tanda-tanda itu kan ga bisa Rei paksakan harus datang. Dan biarpun masa kehamilannya sama, belum tentu bisa melahirkan sama-sama." jawab Rei dengan masih tertawa.

Baru selesai Rei bicara, perutnya mendadak mules. Wajahnya berkeringat seketika. Grev memperhatikan roman wajah Rei yang sontak berubah itu.
"Dear?! Dear?"
"Mas .. Rei ke kamar kecil dulu .. sakit perut .." Grev hanya bisa memandangi punggung istrinya yang menghilang ke kamar mandi. Tak berapa lama, Rei muncul lagi .. wajahnya semakin pucat.
"Dear?? Elu sakit? Dear!!"
"Mas .. perut Rei sakit sekali .. "
"Kita ke rumah sakit sekarang!"
"Ga usah mas .. Rei mungkin tadi salah makan."
"Ngga bisa begitu dear, elu itu sakit dan .. oh .. ayo .."

Grev mengamit lengan istrinya, menuntun Rei berjalan karena Rei merasa kesusahan untuk melangkahkan kakinya ..
"Mas .. Rei .. duh .."
"Dear tenang saja dulu .. sebentar lagi sampai kok." Grev hati-hati mengemudi. Inginnya sih ngebut, tapi dia ingat, Rei akan bertambah kesakitan bila dia ngebut. Makah perlahan tapi pasti mobil Grev terparikir di pelataran parkir rumah sakit.

Setengah jam ..
Grev gelisah. Ruang tunggu di depan kamar persalinan itu sudah seperti penjara saja baginya. Hatinya was-was. Apa yang akan terjadi? Orangtua nya datang menghampiri ..

"Grev!! Apa yang terjadi? Belum saatnya kan?"
"Entahlah ma .. memang belum saatnya sih, tapi tadi Rei menandakan akan segera melahirkan!!"
"Kamu sudah menelpon orangtua Rei?"
"Oh God!! Belum!!"

Grev memukul keningnya sendiri. Begitu tegangnya calon ayah itu sampai-sampai lupa menelpon orangtua Rei di Surabaya. Ma Rei memang akan datang besok, tapi ga ada salahnya bila dia menelpon sekarang kan? Segera dikeluarkannya handphone dari saku kemeja nya dan menelpon orang tua Rei di Surabaya. Pembicaraan singkat itu berakhir dengan keputusan, ma Rei dan Mika segera ke Jogja hari ini juga dengan penerbangan yang paling pertama bisa mereka dapatkan.

Grev kembali mondar mandir di ruang tunggu ditemani pak dan bu Musry. Dua jam sudah tak terasa, Grev nampak kian kucel penampilannya. Resah, gelisah dan gundah bercampur jadi satu di dalam dirinya. Oh Tuhan, selamatkan lah istri dan anak yang paling tercinta ini. Beberapa waktu kemudian seorang dokter wanita keluar dari ruang persalinan dengan senyum manis. Grev dan orang tuanya segera menghampiri si dokter.

"Dok? Bagaimana dengan istri dan anak saya?" tanya Grev cepat.
"Syukur alhamdulillah mereka selamat pak Grev. Anda telah menjadi ayah dari seorang bayi laki-laki yang sehat!! Sebentar lagi sudah boleh di tengok di dalam. Tapi ga boleh lama karena kami harus memindahkan istri bapak ke kamar istirahat." Grev menyalami tangan si dokter. Ma dan pa merangkul putra tunggal mereka penuh haru.

Grev memasuki ruang bersalin. Bayi mungil itu digendong bu Musry dan Grev beradzan di telinganya. Grev segera menghampiri sang istri dan mencium kening Rei lembut.
"Dear .. makasih yah .. makasih dear ... luv you .. cupst .." Rei tersenyum dan memejamkan matanya kembali. Persalinannya memang ga begitu lancar. Itu dirasakanya sendiri.
"Suster, berapa jahitan?" bu Musry menanyakan seorang perawat di situ sambil menggendong si bayi.
"Hanya enam jahitan bu." bu Musry mengangguk senang dan tak henti-henti nya memuji ketampanan cucu pertamanya itu. Kebahagiaan Rei lengkap sudah. Kini ia telah menjadi ibu dari seorang putra yang gagah seperti sang ayah. Grev sendiri tersenyum terus dari tadi. Bahagia. Ya .. hati nya bahagia.

Jam 8 malam ma Rei dan Mika tiba di Jogja dan dengan taxi langsung menuju rumah Grev. Grev sendiri telah pulang ke rumah saat itu dan mengusulkan pada mertua agar besok saja menjenguk Rei. Mika nampak ceria sekali dan langsung terlibat rumpian seru bersama Sulis. Rumah Grev hari itu terasa lebih nyaman dari biasanya. Malam ini Grev tidur sendiri, membayangkan dirinya menjadi seorang ayah. Sempurna lah hidupnya. Kebahagiaan terbesar dalam hidupnya telah terlengkapi sudah. Memiliki istri yang baik dan bayi laki-laki yang begitu mirip dengan dirinya.

Bayi laki-laki itu dinamai FARITS PUTRA GM LAKSONO. Pria imut yang mendapat begitu banyak ucapan selamat dari semua orang atas kehadirannya di dunia ini. Perayaan 7 hari kelahirannya begitu sempurna karena dihadiri oleh hampir semua anggota keluarga. Ada orangtua Grev, orangtua Rei, kakak-kakak Rei juga para ponakan sampai karyawan Grevidi Travel Agent. Tak lupa para tetangga ikut di undang. Malam yang terasa begitu lengkap. Grev menatap Rei penuh cinta yang dibalas Rei dengan tatapan yang penuh cinta pula. Yah .. ini lah Risalah Cinta mereka. Akan ada episode berikut dari hidup mereka .. akan ada .. love is beautifull .. isn't it??

TAMAT!!


Saturday, September 18, 2004


Risalah Cinta part.24


Rei menuju lemari kecil tempat perlengkapan bayi tersimpan. Dikeluarkannya baby oil dari situ, menghirup aroma 'bayi' dengan mata terpejam. Tangannya kembali meraih popok kain dari dalam lemari. Popok ini lah yang akan diompolin si dia bila lahir. Oh betapa repotnya dia nanti. Tapi Rei yakin, dia pasti bisa mengatasi semuanya dengan dibantu Sulis. Rei menyimpan kembali botol baby oil dan popok, dia menuju kamar mandi. Di atas bak air mandi, satu bak palstik tempat mandi bayi berwarna biru telah ada disitu. Di situlah dia akan memandikan si dia dengan penuh kasih sayang. Masih diingat bagaimana Grev membawa belanjaan mereka dari baby shop ke mobil dengan wajah bahagia. Wajah bahagia seorang calon ayah.

Apa semua calon ayah begitu? Mengharap penuh kecemasan lahirnya bayi mereka? Menanti lahirnya sebuah kehidupan baru di dalam hidup mereka? Lalu kenapa banyak anak-anak yang diterlantarkan? Kenapa banyak anak-anak yang dititipkan di panti asuhan, bayi-bayi ditinggalkan di depan pintu rumah orang lain, bahkan dicekik begitu lahir dan dibuang di selokan atau sungai? Toh, bayi-bayi itu tak pernah mengharapkan untuk dilahirkan! Mereka buah cinta. Sepatutnya lah mereka dihujani dengan cinta pula, bukan dengan perlakuan sadis seperti itu. Mereka tak bersalah, yang salah orangtuanya. Jangan menyalahkan nasib atau takdir, takdir telah ada bersama kita sejak lahir. Sekarang bagaimana kita menyikapi takdir itu .. Only God Knows.

Rei mencuci tangannya sebentar dari kran wudhu dan kembali ke kamar. Dia ingin mengechek email dari beberapa sahabat net-nya. Belum sempat dia menghidupkan komputer, satu ketukan halus di pintu berikut suara Sulis membuatnya menunda.
"Mbak Rei, ada telepon." Rei lekas-lekas membuka pintu.
"Oke." Rei segera keluar kamarnya. Uh, seandainya telepon yang berada di kamar mereka itu satu line sama yang diluar, dia tak perlu repot-repot keluar kamar segala.
"Ya haloo." ujar Rei santun. Suara di seberang langsung dikenalnya. Itu suara pak Surya, pa nya.
"Rei." mata Rei langsung basah. Pa, lama sekali dia tidak mendengar suara laki-laki yang dipujanya itu, yang telah memberinya banyak sekali hal penting dalam hidup, agar dia pun mengerti hidup itu seperti apa.
"Pa!!!!!! Rei kangen pa .." Rei at least, menangis. Pak Surya tertawa.
"Anak manis kok menangis? Hehehe. Pa hanya mau kasih tau, besok ma dan Mika ke Jogja. Naik bis, ga naik pesawat." Rei langsung menghapus air matanya.
"Ma jadi ke sini besok??? Waaaaa .. asik dong. Pa ikutan juga kan?! Tapi kok naik bis pa?" ujar Rei lagi, lebih pada sebuah permohonan.
"Ga bisa nduk, tapi kapan-kapan kalau pa lagi ga sibuk, pa sempetin ke Jogja deh. Ma sendiri yang ingin naik bis kok. Gpp, naik patas, jemputin ma di terminal yah! Oke anak manis? Pa mau kerja lagi nih .. Wassalam." Rei menjawab,
"Wa'alaikumsalam." ditutupnya telepon.

Hati Rei dipenuhi rasa bahagia. Besok ma nya akan datang bersama Mika. Oh, Rei segera memencet nomor telepon kantor Grev. Langsung di ruang kerja suaminya.
"Assalamu'alaikum." kata Grev dari seberang.
"Wa'alaikumsalam mas. Mas, Rei mau ngasih tau, tadi pa telpon dari Surabaya, kasih kabar, ma dan Mika besok subuh naik bis ke sini." ada nada kurang senang saat Grev menjawab lagi.
"Naik bis?! Kenapa ma dan Mika ga naik pesawat saja dear?! Kok naik bis? Ma kan sudah tua .. kasihan kalau naik bis!" Rei tau, Grev menyayangi ma Rei seperti menyayangi ma nya sendiri.
"Pa juga sudah sarankan ma naik pesawat, tapi ma lebih suka naik bis, itu saja alasannya." jawab Rei. Grev menarik napas berat.
"Ya sudah kalau gitu, besok sorean jam 2 mungkin baru tiba. Nanti besok siang gue coba epon di hp si Mika." jawab Grev kemudian. Rei lantas menutup telpon. Segera dipanggilnya Sulis.

Sulis datang tergopoh-gopoh.
"Iya mbak .." Sulis berdiri menghadap Rei yang kecapean berdiri. Rei berjalan ke meja makan, meja makan yang jarang mereka pakai, menarik kursi dan duduk.
"Lis, besok ma datang. Datangnya bareng Mika, jadi kamu tolong siapkan lagi kamar tamu yah, beres-beres." titah Rei. Sulis mengangguk dan binar matanya menjadi ceria.
"Mbak Mika datang lagi? Asiikk ..." entahlah, apa yang terjadi antara Sulis dan Mika, yang jelas, Sulis selalu nampak bahagia berlebihan bila mendengar nama Mika.
"Kamu kok senang banget mendengar nama Mika, Lis?" tanya Rei penasaran. Sulis tersipu malu.
"Habisnya, mbak Mika itu baik sekali sama saya mbak. Mbak Mika juga yang ngasih saya hp mbak, pokoknya mbak Mika itu baikkkkk sekali, enjoy gitu heheh." kata Sulis malu-malu. Rei tertawa.
"Mika memang baik kok Lis. Dia itu sulung dari empat bersaudara. Rada cerewet sih anaknya, padahal mbak sempat khawatir, Mika ga cocok sama kamu, sama-sama muda, pasti ada aja nih masalahnya. Eh, ternyata kalian berdua malah cocok!" ujar Rei sambil tertawa.
"Iya mbak .. hehehe. Saya beresin kamar dulu yah mbak. Oh ia, kalau mbak mau makan nanti bilang saja, saya siapkan." kata Sulis lagi. Rei mengangguk.

Sulis meninggalkan Rei menuju kamar tamu. Kamar ini kembali dimasukinya lagi. Dia membersihkan kamar mandinya dulu, mengisi bak mandinya penuh. Lalu meja riasnya dibersihkan, lemari dibersihkan juga, seprei diganti dengan yang baru, ac dihidupkan .. segar .. terakhir Sulis menyapu. Di kamar ini lah dulu dia pernah curhat habis-habisan ke Mika dengan air mata. Di kamar ini pula dia mendapat banyak petuah dari Mika, yang menyadarkan dirinya, bahwa mencintai Grev diam-diam hanya akan merugikan dirinya sendiri, merugikan orang lain juga. Sulis puas pada pekerjaannya dan kembali ke dapur.

Rei masih di ruang makan, kali ini dengan selembar kertas dan pena. Dia menulis apa saja yang harus dibelanjakan Sulis. Keperluan rumah tangga pada umumnya. Termasuk isi kulkas, mengingat ma nya sangat senang memasak, so dia rasanya harus menyiapkan berbagai kebutuhan dapur disitu. Begitu Sulis keluar kamar tamu, Rei memanggilnya kembali.
"Ya mbak .." Sulis duduk di hadapan Rei.
"Lis, kamu belanja yah. Ini daftar belanjaan sudah mbak bikin berikut uangnya." kata Rei. Sulis manggut-manggut sembari menerima kertas dari Rei.
"Eh, istirahat dulu .. kamu capek kan?" kata Rei.
"Ga capek mbak, ga pa pa kok. Sulis ganti baju dulu yah mbak." Sulis berlalu dari situ. Rei menuju ruang tamu, menata bantal-bantal kursi yang berisi udara dengan bola-bola kapas warna warni di dalamnya.

Sulis pamit padanya, berbelanja. Ga lama Pardi pulang sekolah.
"Assalamu'alaikum .." ucap Pardi.
"Wa'alaikumsalam. Di .. duduk dulu sini .." ajak Rei. Pardi duduk di sofa, agak canggung, sofa ruang tamu memang jarang didudukinya, dan memang jarang terduduki, jarang ada tamu ke rumah mereka.
"Di, kamu nanti habis ganti baju langsung makan saja yah, ga usah nunggu mbak atau mas Grev. Sulis juga lagi belanja. Habis itu kamu tolongin mbak bisa?" tanya Rei. Pardi mengangguk.
"Bilang saja mbak, pasti saya lakukan." kata anak itu patuh.
"Kalau nanti habis makan, tolong kamu bersih-bersih halaman belakang ya. Bangku nya dipindah ke tempat yang lebih teduh, ke teras belakang juga boleh. Bunga-bunganya sih pasti aman bersama kamu hehehe. Oke?" Pardi mengangguk mantap.
"Oke mbak, nanti saya kerjakan. Ke kamar dulu mbak." pamit Pardi sopan. Rei tersenyum. Pardi anak yang baik, meskipun dari kampung, otaknya cepat sekali menyerap hal-hal baru. Dia juga santun, semua itu diajarkan oleh pa Grev. Pardi kan anak kampung kesusahan yang ditolong oleh keluarga Grev dan kemudian disekolahkan. Tak terasa, Pardi sekarang telah kelas satu smu.

Rei kembali ke kamar, duduk di ranjang dan meraih telepon. Dia ingin mengabarkan kedatangan ma dan Mika ke ma nya Grev. Yang menerima justru pa Grev.
"Pa? Ma kemana?" tanya Rei.
"Biasa nduk, ke rumah keluarga." jawab pa Grev.
"Loh, pa ga kerja? Siang-siang begini malah di rumah?" tanya Rei penasaran.
"Pa sedikit ga enak badan, maklum, orangtua." ujar pa Grev.
"Oh, istirahat saja ya pa, Rei mau kasih tau, besok ma Rei datang."
"Oh ya? Wah bagus dong, bareng pa kamu?"
"Ga pa .. bareng Mika, tapi pa janji kalau sudah tidak sibuk pasti datang kok." jawab Rei, menghibur dirinya sendiri juga.
"Baiklah kalau gitu, nanti pa sampaikan ke ma." tut, telepon ditutup. Rei langsung rebahan, capek sekali rasanya mondar mandir dengan perut gendut seperti ini. Dielus-elusnya perut sendiri dan jatuh tertidur.

to be continued!!


tuteh pharmantara
living in Ende - Flores
Email Me



Name :
Web URL :
Message :