Monday, August 23, 2004


Risalah Cinta part.23


"Dear ga serius ingin pulang ke Surabaya kan?" tanya Grev sembari menghapus air mata di pipi istrinya.
"Kalau mas ga pergi, Rei ga pergi juga." kata Rei lagi. Grev tersenyum.
"Iya .. gue tadi sempat berpikir lama, harusnya gue ga usah mengatakan hal tadi, dasar mulut ga tau diri .. hehehe." goda Grev, Rei mau ga mau tertawa, Grev memang selalu punya cara membuatnya tertawa. Suami yang menyenangkan dan perhatian. Rei sadar, baru kali ini perasaannya dibikin tak menentu oleh Grev, hampir setahun mereka menikah dan baru malam ini Grev membuatnya kesal. Selebihnya? Grev suami yang baik, suami yang menepati kata-katanya saat mereka menjalin cinta lewat irc dulu. Suami yang menepati kata setia, jujur dan care saat mereka menikah.

"Maafin Rei juga yah mas .. Rei ga rela mas pergi disaat kita tengah menanti kelahiran si dia .. saat dia masih disini, kita sering merasakan bersama bagaimana kakinya menendang .. masa sih saat dia akan lahir, mas justru ga ada disamping Rei? Rei kesal dong jadinya .." ujar Rei sambil mengelus perutnya yang membuncit, masih dalam rengkuhan suaminya. Grev tertawa pelan.
"Iya iya, mas juga sudah menyadarinya sedari masih di kantor tadi kok dear, tadi itu anggap saja setan lewat hehehe." goda Grev lagi, mereka tertawa. Rei melepaskan pelukannya dari Grev, menatap langit-langit kamar. Grev melakukan hal yang sama.

"Mas, Rei itu bersyukur banget, diberi kemudahan hidup sama Allah SWT." kata Rei memecahkan kebisuan, mereka beberapa saat menatap langit-langit.
"Aminnnnn." sambar Grev.
"Bayangkan saja, begitu mudahnya Rei mendapatkan suami di irc, suami yang ternyata orangnya sudah pernah Rei kenal tapi Rei tolak." Grev berdehem.
"Rei melewati pernikahan yang mudah, semudah Rei menerima mas usai pernikahan." Grev berdehem lagi. Rei menoleh dan tersenyum.

"Rei diberi kemudahan menjalani hidup rumah tangga tanpa halangan yang berarti." kali ini Rei langsung berdehem. Grev tertawa kecil.
"Rei hidup bersama cinta orang-orang disekitar Rei. Cinta mas Grev, cinta ma dan pa Rei juga kakak-kakak dan para ponakan, cinta ma dan pa mas Grev, cinta Sulis dan Pardi, bahkan cinta para karyawan di kantor mas." mereka terdiam. Saling mencari sambungan memori dari alam pikiran masing-masing.

"Rei itu ibarat Putri yang tidur dengan mimpi indah tanpa pernah ingin dibangunkan." Grev membelai rambut Rei, mengecup Pipi istrinya sekilas. Rei, anugrah bagi hidupnya. Bersama Rei, Grev memberi dan menerima cinta yang sama besarnya, tanpa beban, tanpa paksaan. Rei adalah mataharinya, yang setiap pagi hingga petang memberi sinar kehidupan pada bumi. Rei itu ibarat mata airnya, yang dengan senyum dan kelembutan yang tak pernah habis. Rei itu adalah istri sekaligus teman, tempat Grev berbagi suka dan duka, tempat Grev curhat, tempat Grev mendapat ide dan saran yang baik.

Grev bahagia, rumah tangga mereka, so far so good lah, jauh dari masalah berat. Justru masalah-masalah datang dari orang-orang disekitar mereka. Pernah sih Rei marah-marah pasalnya Grev pulang larut tanpa kasih kabar lebih dahulu. Tapi dengan mudah masalah itu teratasi. Betul kata orang, rumah tangga itu bukan hanya dilandasi cinta dan materi, lebih dari itu, rumah tangga membutuhkan penunjang lain, seperti kepercayaan, kesetiaan dan kejujuran. Well, paling tidak, selama ini Grev bersikap jujur pada istrinya. Pria itu tidak menginginkan retaknya rumah tangga mereka akibat tidak menganut hal-hal penunjang rumah tangga itu.

"Rei .. cinta mas Grev .." itu sudah pasti dear, bisik hati Grev. Seperti cinta Grev pada Rei, rasanya cintanya pada sang istri kian bertambah porsinya setiap saat. Setiap kali memandang istrinya tidur, setiap kali istrinya menyediakan sarapan, setiap kali menunggu istrinya mandi, setiap kali mereka bercinta, setiap kali mendengar suara istrinya di telepon. Cinta itu semakin banyak mengalir di dalam hatinya, mengalir dengan pastinya ke Rei. Tanpa syarat.

"Mas kok diam?" tanya Rei penasaran, Grev tersenyum.
"Gue kan mendengarkan dear bicara .. " jawab Grev dan mencium kening istrinya lagi.
"Jangan-jangan mas kecewa karena ga berangkat ke Australia?" todong Rei tiba-tiba.
"Ngawur .. ga usah dibahas lagi, oke?" Grev tak ingin masalah yang sudah selesai diulangi lagi. Hanya akan membawa mereka ke pusaran yang itu-itu juga. Tak maju, tak mundur. Untuk apa? Sudah diputuskannya, sejak dari kantornya malah, sebaiknya tidak usah pergi, biarkan Doni yang diutus ke sana. Clear. Mereka tertidur, saling dekap mesra. Pasangan muda yang berbahagia.

+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+

Usia kehamilan Rei memasuki bulan ke sembilan. Bulan Desember, bulan di penghujung tahun, bulan perayaan Natal bagi umat Kristen. Rei menatap ke jalan dari jendela kamar. Grev telah sejak pagi tadi ke kantor. Bulan ini, seorang bayi, cucu pertama bagi keluarga Laksono Musry akan lahir. Cucu ke sekian dari keluarga Suryasudjono, keluarga Rei. Rei tau, ma Grev ngotot ingin nginap di rumah mereka. Beliau rasa-rasanya ingin menjadi saksi pertama dari tanda-tanda kelahiran sang cucu. Untunglah niat mertuanya itu tak terlaksana, Grev menolak, dia ga ingin ma nya menjadi terobsesi seperti itu.

Ma Rei sendiri telah menelepon, akan datang dalam minggu ini juga. Tentu saja bersama Mika. Mika ngotot ingin ikut omanya ke Jogja, Mika kangen Jogja, begitu selalu katanya. Lebih lagi Mika ingin bertemu Sulis, dia puas, Sulis telah seratus persen berubah. Pemikiran Sulis lebih maju, lebih berwawasan. Itu semua berkat Mika. Dan rahasia mereka di malam itu, tetap menjadi rahasia mereka berdua yang terkubur dalam, mereka tak ingin mengingat rahasia itu lagi. Anggap saja tak pernah terjadi.

Bimo, sama seperti Grev. Keduanya lebih sering gugup menghadapi pekerjaan. Untunglah Doni cukup tanggap dan cerdas, banyak pekerjaan yang ditangani Doni dan kesemuanya rata-rata sukses. Grev tak jadi mengutus Doni mengikuti program gratisan ke Australia. Grev mengerti perasaan Doni, dia dalam tahap merencanakan pernikahan, tak tega rasanya Grev memisahkan Doni dan Manda. Itu sama saja membiarkan dirinya dimaki habis-habisan oleh keduanya. Toh perusahaannya tetap maju jalan tanpa mengikuti program tersebut.

Lia telah diberi cuti melahirkan oleh Grev. Bimo awalnya menolak. Penolakan Bimo lebih berdasar pada : dirinya tak ingin kehilangan wajah istrinya 8 jam sehari. Dia lambat laun telah mencintai Lia dan ingin terus bersama istrinya itu setiap detik dari hidupnya. Bimo betul-betul insaf, rumah tangganya aman dari goncangan dan Lia terlihat lebih ceria dan sehat. Good work Bim.

Yanus, pemuda Flores yang sekarang telah berkaca mata mulai menjalin cinta dengan salah seorang mahasiswi asal Flores yang kuliah di Jogja. Yanus, sebetulnya menyukai Ratna, teman resepsionis Manda, hanya saja, Ratna telah menjalin hubungan serius dengan seorang bule asal Boston dan Yanus cepat-cepat banting stir. Bagus itu, dari pada meneruskan berangan-angan yang berakhir dengan patah hati? Yanus, lebih smart untuk hal ini. Pikirnya, hidup telah jauh dari keluarga, untuk apa menambah masalah?

Kabar terakhir yang di dengar Rei sebulan belakangan ini adalah, Geyah menemukan cowok dari irc. Apa Geyah menginginkan jalinan kisah yang sama seperti dirinya dan Grev? Entahlah, yang jelas, Geyah masih asyik berchating dikala teman-teman kerjanya keluar makan siang. Geyah selalu dibawakan nasi kotak oleh keluarganya setiap waktu makan siang tiba. Rei berharap, Geyah tak mengalami nasib buruk dari dunia maya. Dari dunia maya, tak hanya kesuksesan menjalin hubungan seperti dirinya dan Grev kan? Dari sana, banyak kebohongan-kebohongan tersamar. Rei ingin Geyah mengerti akan hal yang satu itu. Dirinya dan Grev, mungkin termasuk dari bagian kecil suksesnya menjalin hubungan cinta lewat irc.

Sarah, si bude yang masih terus menjadi dokter cinta bagi pasangan muda di kantor Grev. Kadang, pagi hari Lia terlihat asik mojok berdua Sarah, membicarakan apa saja. Kadang pula Grev memergoki Manda tengah menangis dalam pelukan Sarah dan Sarah berusaha menenangkannya. Yanus pun tak lepas dari soal curhat ke Sarah. Sarah selalu melihat semua permasalahan mereka dari dua sisi, dan memberi solusi dari dua sisi pula. Keke dan Emmi lah yang paling jarang curhat ke Sarah. Malu kah?

Well, Emmi dan Keke, masih terus menjadi sepasang 'kekasih'. Apa pun kata orang, mereka bahagia. Kepahitan masa lalu gara-gara pria, membawa mereka pada keterpurukan seperti itu. Tapi Grev, tak ingin mencampuri urusan mereka, selama dedikasi mereka bagus untuk perusahaan, Grev tak mau ambil pusing. Rei pun tak mau mencari tau sampai dimana hubungan pasangan lesbian itu. Yang penting bagi Grev dan Rei sekarang adalah menanti saat-saat kelahiran putra pertama mereka.

Rei mendengar kabar dari ma nya, si Jihan, putri Greg-abangnya, sekarang sudah mulai cerewet dan pintar. Rei kangen pada keluarganya. Rei meninggalkan jendela, menuju boks bayi yang sekarang mengisi kamar mereka. Grev ingin putra mereka nanti langsung mempunyai kamar sendiri, kamar yang bersebelahan dengan kamar mereka. Namun Rei menolak, nanti saja kalau anak mereka telah berusia setahun. Rei mengelus boks kayu bercat kuning muda itu. Ada kelambu kuningnya juga .. ada mainan yang digantung pada penyangga kelambu. Di dekat boks itu terdapat lemari kecil, lemari si dia yang bakal lahir dengan semua perlengkapan bayi yang telah ditata Rei dengan rapih hari-hari belakangan ini.

Rei memainkan mainan yang tergantung di penyangga kelambu, bunyinya kelenting kelentong, agak gaduh tapi nyaman di kuping. Rei tersenyum sendiri, babak baru dalam hidupnya sebentar lagi dimulai. Menjadi seorang mama. Akan ada seorang makhluk mungil yang digendongnya, yang akan memanggilnya mama, dan memanggil Grev papa. Akan ada penghuni baru dalam rumah itu, penghuni baru yang kehadirannya dinantikan oleh semua orang yang dekat dengan mereka.

to be continued!!


Monday, August 16, 2004


Risalah Cinta part.22


Malam telah lama hadir begitu Grev pulang ke rumah. Wajahnya sedikit kusut. Rei menyiapkan baju suaminya sambil menunggu Grev selesai mandi.
"Mas, ini bajunya. Rei ke bawah dulu yah, mau nyiapin makan malam." ujar Rei pada Grev begitu suaminya keluar kamar mandi.
"Hmm sebenarnya mas ga lapar, tapi capek banget." ujar Grev.
"Rei pijitin mau?" tawar Rei. Grev menggeleng.
"Ga usah, nanti terjadi hal-hal yang kita inginkan hehehehe." goda Grev dan wajah Rei memerah seketika. Suaminya selalu saja bisa membuatnya tersipu malu.
"Kalau gitu makanannya Rei bawa ke kamar saja yah?" tawar Rei lagi. Grev mengangguk setuju.
"Boleh.."

Usai makan malam keduanya langsung naik tidur. Grev kecapean sekali rupanya. Baru limat menit ketemu bantal, dia sudah mendengkur. Rei mengelus anak rambut suaminya, menatap wajah tampan disampingnya. Tak lama Rei pun tertidur.

Di kamar Mika, Mika dan Sulis malah asik ngerumpi. Mereka cerita-cerita lagi. Kali ini Sulis lebih banyak menjadi pendengar setia.
"Ga terasa yah Lis, hampir dua minggu gue di sini. Bentar lagi balik ke Surabaya." Sulis manggut-manggut. Enggan rasanya mendengar kata 'balik ke Surabaya' terucap dari bibir Mika. Mika adalah penolongnya.
"Apa ga bisa lebih lama disini mbak?" tanya Sulis, hatinya ingin Mika tinggal di rumah itu untuk seterusnya. Berbagi dengannya.
"Ga bisa lah .. kuliah gue gimana dong? Pengen sih pindah kuliah kesini, tapi mama dan papa belum tentu ngijinin .. " Mika membayangkan kampus dan teman-temannya.

"Sebenarnya saya ingin mbak Mika bisa terus tinggal disini. Berkat mbak Mika lah saya kembali bersemangat .." Sulis menatap Mika sungguh-sungguh.
"Gue juga Lis. Pengen lama disini, suasananya bikin betah! Ga kayak Surabaya yang kelewat amburadul keadaannya. Tapi sekali lagi, kuliah gue gimana dong?!" Sulis mengerti. Kuliah .. bangku kuliah yang dulu sempat menjadi angan-angannya.
"Tapi gue janji Lis, setiap liburan pasti gue kesini. Kalau perlu, wiken pun gue ke sini, naik kereta kek, naik bis kek .. doakan saja semoga kita bisa lebih sering ketemuan yah Lis!" ujar Mika menghibur.
"Iya mbak, saya pasti berdoa." sambut Sulis.

"Hmm Lis, kamu punya hp ga? Handphone." tanya Mika tiba-tiba. Sulis menggeleng.
"Ga punya mbak, mana perlu saya punya benda semahal itu?" jawab Sulis merendah.
"Gue kasih mau? Gini .. kamu pakek aja hp gue ini berikut nomornya. Nanti nomor-nomor lain di phonebook gue apus deh .. biar gue pake hp yang di Surabaya aja, biar kita bisa saling kontak lewat sms. Gimana?" Sulis terperangah. Hp untuk dirinya? Mika sudah begitu baik, masa hp pun mau diberikannya ke Sulis? Sulis menggeleng lemah.
"Terima kasih mbak, tapi ... saya rasanya ga pantas menerima pemberian mbak Mika lagi." Mika bersih keras.
"Jangan bilang begitu Lis!! Bentar .. nomor-nomornya tak apus dulu yah." Mika kemudian asik menghapus nomor-nomor telepon di phonebooknya, sekaligus meng sms beberapa teman yang kontak lewat nomor ini untuk tidak meng sms nya lagi karena hp beserta nomornya sudah dia jual ke orang lain. Puas dengan itu Mika menyerahkan hp ke tangan Sulis.
"Buat kamu Lis, biar kita bisa terus saling kontak. Kalau kamu butuh teman curhat, sms saja, gue siap mendengarkan, oke??" tanpa mendengar persetujuan dari mulut Sulis, Mika melepaskan hp nya ke tangan Sulis dan berbalik menuju tumpukan oleh-oleh yang harus di pack nya.

Sulis terpana sampai ga tau harus bilang apa. Mengoperasikan benda mungil itu sih dia bisa. Tapi memilikinya? Sungguh di luar dugaan gadis manis itu.
"Mbak Mika .. terima kasih .." ujar Sulis dengan mata berkaca-kaca.
"Sudah lah, kayak anak kecil aja nangis gitu! Bantuin dong hehehe." seru Mika sambil memasukan oleh-oleh ke kardus.
"Iya .." mereka mengepack satu kardus lagi. Isinya macam-macam oleh-oleh untuk keluarga di Surabaya. Mika menguap, ngantuk.
"Lis, makasih yah dah bantu-bantu gue, dah ngantuk nih, gue bobo dulu yah." Sulis pun tau diri, keluar kamar, tapi baru sampai di pintu kamar, Mika sudah memanggil namanya lagi.
"Lis, nanti kalau pulsanya abis, kasih tau aja, biar gue transfer dari Surabaya." ujar Mika dengan mata separuh tertutup. Sulis mengangguk dan menutup pintu kamar. Mika .. apakah dia bidadari yang diutus Tuhan untuknya? Sulis masih belum mempercayai kejadian yang dialaminya beberapa hari terakhir. Seorang Mika merubah sudut pandangnya menjadi lebih fresh.

Akhirnya, tibalah saat Mika harus pulang ke Surabaya. 3 kardus oleh-oleh dikirim via tiki, Mika sendiri kembali menyeret koper kecilnya dan ransel di pundak. Grev, Rei dan Sulis mengantar Mika sampai ke bandara. Mereka melambai ke arah Mika begitu penumpang penerbangan dengan tujuan Surabaya mulai dipanggil. Mika tersenyum pasti pada ketiganya dan berbaur dengan penumpang lainnya menuju pintu keberangkatan 2. Sulis berkali-kali berucap terima kasih untuk Mika di dalam hatinya. Sulis berlinang air mata.
"Sulis? Ayo pulang." ajak Rei, mengamit lengannya. Sulis menghapus air matanya.
"Kok menangis?" tanya Grev.
"Mbak Mika adalah bidadari yang dikirim Tuhan untuk saya .. mbak Mika amat baik." itu saja yang mampu diucapkan Sulis disela air mata yang membanjiri pipinya.
"Mika memang baik kok Lis. Ayo kita pulang." ajak Rei lagi. Grev mengantar Rei dan Sulis langsung ke rumah sedangkan dirinya sendiri menuju kantor, Grevidi Travel Agent.

+-+-+-+-+-+-+-+-+-+-+

Ini bulan November. Bulan ke delapan kehamilan Rei. Perut Rei telah membuncit. Daster-daster yang dibelikan ma Grev pun mulai dipakainya. Banyak bajunya sendiri yang sudah ga muat lagi. Grev pernah bilang, Lia pun sekarang memakai daster ke kantor. Tentu saja daster yang pantas dipakai kerja. Grev sudah meminta Bimo untuk memberi cuti hamil pada istrinya itu. Bimo sendiri telah jauh berubah menjadi suami dan calon ayah yang care pada keluarga. Perubahan yang melegakan semua orang.

Pardi telah masuk smu. Sudah memakai seragam abu-abu dan masuk sekolah pagi. Sulis sendiri lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak, semua itu sekali lagi berkat Mika. Mereka berdua sering sms-an lewat hp yang diberikan Mika padanya. Dari situ pun Sulis tau, cinta Mika pada om-nya yang sekarang kerja di Jerman.

Doni dan Manda merencanakan pernikahan. Grev mendesak mereka untuk segera menikah, bila sudah cocok, tunggu apa lagi? Ratna sendiri menjalin cinta dengan seorang bule asal Boston. Emmi dan Keke tambah lengket dan sudah bukan rahasia lagi bila mereka 'pacaran'. Geyah masih asik dalam dunianya sendiri, dunia seorang bendahara dan dunia chating. Yanus, seperti saran dokter akhirnya memakai kacamata. Hal yang dibencinya itu terpaksa dia jalani juga, demi kesehatan matanya sendiri.

Sarah, seperti biasa, menjadi bude bagi karyawan Grevidi Travel Agent. Usianya yang matang membawa dirinya menjadi penasehat keluarga bagi Lia.

Kini Kusno bekerja sendiri sebagai cleaning service di kantor Grev. Rafael yang telah tua meminta pensiun dan memilih tinggal di kampung bersama anak cucu. Empat satpam Grev bekerja seperti biasa, 2 shift pagi dan 2 shift malam. Mereka sendiri ga terlalu melibatkan diri dengan urusan perkantoran, yang peting kantor aman, itu saja.

15 karyawan outdoor yang lebih dikenal dengan sebutan guide dan bekerja paruh waktu kini tinggal 10 orang. 5 orang itu adalah anak kuliahan yang memilih serius kuliah dulu, tapi mereka tetap akan diterima Grev bila ingin kembali bekerja.

Sore ini Rei ditemani Sulis ke dokter, periksa kehamilan pada seorang dokter kandungan yang tempat prakteknya ga jauh dari rumah. Grev sendiri ga bisa menemani Rei karena banyak pekerjaan di kantor. Dia dan Bimo saling berbagi tugas, maklum, sama-sama punya istri yang sedang hamil tua. Bila Grev sedang tidak sibuk, maka waktunya adalah ke baby shop bersama Rei, membeli perlengkapan bayi disana. Meskipun menurut hasil USG bayi Rei laki-laki, namun Rei ngotot membeli perlengkapan bayi yang bernuansa perempuan. Grev sering menggoda Rei,
"Apa mau si dia langsung dapat adik perempuan dear?" Rei pasti tersipu malu bila digoda seperti itu oleh suaminya.

Saat-saat melelahkan menanti kelahiran calon bayi, sebulan lagi. Rei lebih banyak bergerak sekarang. Ma Grev hampir tiap jam menelepon sekedar menanyakan keadaannya dengan pesan jangan lupa menelepon beliau bila Rei merasakan sesuatu yang lain dari biasanya. Ya ampun, masih sebulan lagi, tapi sikap ma Grev lebih agresif menanti kelahiran cucu pertamanya. Ma Rei pun demikian. Begitulah para ma, selalu dipenuhi rasa khawatir. Bahkan ma Rei berniat ke Jogja begitu masa kehamilannya memasuki bulan ke sembilan. Rei sih senang-senang saja didampingi dua orang ma yang penuh perhatian. Mika pun ngotot ingin ikut oma nya ke Jogja lagi.

Pulang dari dokter adzan maghrib mulai berkumandang. Mobil Grev telah masuk garasi, artinya suaminya telah pulang. Pardi pasti telah membikinkan kopi untuk Grev. Rei ke kamar, Grev tengah duduk menghadap monitor.
"Sudah pulang dear?" tanya Grev, Rei mengangguk. Dia berganti daster dan duduk di sofa memperhatikan Grev yang sibuk dengan surat-suratnya. Grev bangkit trus ikut duduk disamping Rei.

"Dear .. ada hal yang ingin gue bicarakan." ujar Grev pelan. Rei bersandar di bahu suaminya dan berdehem halus.
"Bicara saja .." jawabnya pelan.
"Gue sengaja pulang cepat tadi, lupa kalau dear ternyata lagi ke dokter bareng Sulis." Rei mengelus lengan suaminya yang kokoh. Dia berdehem lagi.
"Apa dear setuju kalau minggu depan gue berangkat ke Australia?" tanya Grev hati-hati pada istrinya. Rei tengadah, kaget mendengarnya.
"Apa? Mas .. Rei sih ga masalah, tapi ma gimana? Mas tau kan gimana ma. Lagi pula Rei sebentar lagi melahirkan mas. Untuk apa mas ke sana?" ujar Rei .. pelan.

"Gue pengen ikut program belajar yang ada kaitannya dengan usaha gue. Yang bikin gue pengen ikut, program itu gratis dear, kita hanya menanggung biaya hidup disana selama tiga bulan." ujar Grev .. lebih hati-hati. Rei diam membisu, bagaimana mungkin suaminya lebih memilih program pendidikan gratisan dibandingkan dengan kelahiran putra pertama mereka? Grev memandang wajah istrinya, dia tau, Rei pasti kecewa mendengar ini. Tapi dia harus mencoba bicara apa pun keputusan yang akan mereka ambil nantinya.

"Dear ..." Rei masih membisu. Marah pada omongan suaminya.
"Terserah mas." ujar Rei ketus, bangkit menuju ranjang, menarik selimut dan tidur. Pura-pura tidur tepatnya. Pikirannya melayang kemana-mana. Grev! Untuk apa ke Australia???????? Grev menghampiri istrinya, membelai lembut rambut Rei. Dia seharusnya ga usah membicarakan ini, seharusnya dia memutuskan untuk tidak usah ikutan. Tapi entah kenapa, sisi batinnya yang lain terus mendesaknya untuk bicara dulu. Grev sendiri sebenarnya ga tega mengatakan hal ini.
"Dear, kalau dear ga setuju, gue ga jadi ikutan. It's oke kok dear." bujuk Grev lagi, dia tau, dari balik tubuh yang membelakanginya Rei pasti menangis. Bodohnya dirinya mengatakan itu!!

"Kalau mas mau pergi, pergi saja .. Rei pun akan pergi, Rei pulang ke Surabaya saja. Rei .. Rei ga mau melahirkan ga ditemani mas Grev .." suara Rei tersendat disela isaknya. Grev menggigit bibir. Bodoh Grev!! Rei yang begitu manis tersakiti hatinya gara-gara program gratisan itu!!
"Iya .. gue minta maaf deh kalau sudah bikin Rei kesal mendengarnya. Jangan menangis please .. maafin gue yah?" bujuk Grev lagi. Rei masih membelakanginya, menangis.
"Dear .. nanti gue minta Doni ke sana saja, biar ilmunya mas serap dari Doni. Bimo pun pasti ga bisa menggantikan mas, mengingat Lia sebentar lagi juga melahirkan. Rei berbalik, menatap wajah suaminya. Grev merengkuh Rei kedalam pelukannya dan membiarkan Rei menangis di situ.
"Maafkan gue yah? Mau kan maafkan gue?" pinta Grev lembut. Rei mengangguk pelan. Grev tersenyum ... baru kali ini dia membuat Rei menangis, hal yang ga pernah dilakukannya selama ini. Grev menyesal tadi telah membicarakan hal itu ke Rei. Duh .. ingin rasanya dia menampar mulutnya sendiri. Tolol Grev!!

to be continued!!




Risalah Cinta part.21


Keesokan paginya Sulis bangun agak telat, tapi hatinya gembira. Gelang pemberian Mika melingkar manis di tangannya. Dia melakukan rutinitas pagi dengan hati yang lega. Rei menghampirinya di dapur.
"Sulis bahagia sekali pagi ini, mimpinya indah yah?" goda Rei. Sulis tertawa.
"Eh mbak Rei .. saya buatkan teh yah?" tawarnya. Rei menggeleng.
"Ga usah Lis, biar mbak bikin sendiri, sekalian bikin kopinya mas Grev. Mika belum bangun?" tanya Rei lagi.
"Belum mbak .. masih tidur kali .." Sulis bangga pada dirinya, hidupnya tak lagi dipenuhi bayang-bayang Grev. Sulis tersenyum puas.

Rei keluar ke halaman belakang, menghirup udara pagi sambil melemaskan kakinya dengan berjalan keliling halaman yang tak luas itu, sambil memperhatikan bunga-bunga yang tumbuh segar dengan titik-titik embun pagi hari. Tak lama didengarnya suara Grev memanggil dari pintu.
"Dear ... lapar nih .. sarapan yuk." Rei menoleh, Grev masih memakai piyama. Semalam mereka tertidur pulas sekali, sama-sama capek.
"Oke sayang .. mau sarapan apa nih? Sulis udah masak?" tanya Rei begitu masuk ke dapur mungil itu lagi.
"Belum mbak, sekalian mau tanya, mbak dan mas mau sarapan apa? Biar Sulis yang bikinin." tawar Sulis.
"Oke, kamu bikin roti lapis coklat saja, mbak yang bikin minumnya. Oke?" Sulis mengangguk patuh. Grev dan Rei duduk di meja kecil di dapur. Sulis, sekali lagi merasa lega, tak perlu risih berada ditengah majikannya. Rasa itu telah pergi. Pergi jauh bersama asap dan api. Sekali lagi, terima kasih mbak Mika, batin Sulis.

Mika muncul di dapur tak berapa saat begitu mereka mulai sarapan.
"Hoahemm masih ngantuk!! Tapi Mika ga mau melewatkan sarapan pagi ini." ujar Mika dengan tampang ngantuknya yang malah bikin lucu.
"Sulis, hari ini kita berdua jalan-jalan yuk!" ajak Mika. Langsung Rei dan Grev setuju dengan usul Mika.
"Ya betul, jalan-jalan, biar ga sumpek di rumah melulu Lis." ujar Rei mendukung. Grev ikut mendukung.
"Betul, nanti mbak Rei ngasih duit jajan deh." tambah Grev.
"Iya .. biar kamu bisa beli apa yang kamu inginkan, ga usah bongkar tabungan hehehe." mereka tertawa. Sulis menatap Mika, Mika membalasnya dengan kedipan mata. Tawa Sulis yang paling bahagia hari itu.
"Iya, tapi ga bisa ke keraton deh Ka, kan lagi ada sekatenan massal." ujar Grev.
"Kok om Grev tau?" tanya Mika.
"Ya tau lah .. orang kerjaan om kan mencari tau kegiatan istiadat di sini, biar bisa dimasukkan dalam daftar perjalanan para bule." jawab Grev.
"Oke oke .."

Mika mengajak Sulis menuju Malioboro mall yang terletak di jalan Malioboro, dengan alasan dekat dari rumah. Cukup naik becak, sampai deh.
"Di Surabaya, ada Tunjungan Plasa yang gedenya ampun deh Lis, kamu pasti suka kalau ke sana .." cerita Mika. Sulis mendengarkan, banyak hal baru yang didapatnya dari Mika. Kebaikan hati dan persahabatan yang tulus.
"Wah, kapan yah saya bisa kesana." ujar Sulis menerawang. Mika tertawa lembut.
"Kalau mau, kamu bisa ikut gue pulang ke surabaya lah Lis .. tapiii itu pun kalau diijinkan oma yah ... mama om Grev itu ga mau kalau tante Rei bekerja sendirian di rumah, tante Rei harus menjaga kandungannya. Ya kapan-kapan aja deh Lis kalau ada waktu." hibur Mika.
"Iya mbak. Eh mbak Mika sudah pernah ke Mirota?" tanya Sulis lagi. Mika menggeleng.
"Belum tuh Lis, lewat sih udah .. ke sono yuk?? Naik apa?" ajak Mika.
"Jalan kaki aja mbak .. menurun kok jalannya, sambil cuci mata. Kalau mau, bisa mampir ke pasar Beringharjo .. disana banyak yang jual bapia loh mbak, enak-enak lagi, murah lagi." tawar Sulis. Mika setuju. Keduanya lantas keluar dari mall Marlioboro, berjalan kaki menyusuri jalan Malioboro.

Mereka singgah dulu ke pasar Beringharjo. Banyak delman yang parkir di sana, menunggu penumpang. Mika pernah sekali naik delman, saat study tour ke keraton Solo, mengelilingi areal keraton naik delman. Pasar Beringharjo, menurut Mika rada mirip sama pasar-pasar yang ada di Surabaya, seperti Blauran, Atom dan Turi. Tapi memang agak beda karena disini yang jualan bapia banyak banget! Macam-macam lagi rasanya, ada yang isi kacang ijo dan keju. Mika membeli dua kotak, satunya rasa kacang ijo dan satunya rasa kacang merah.

Umumnya barang-barang yang dijual itu murah, khas Jogja. Capek putar-putar pasar, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri Malioboro. Siang hari saja rame gini, apalagi malam yah? Batin Mika. Jogja memang beda, menurut Mika. Taxi-nya aja keren-keren. Balleno pun bisa dijadikan taxi!! Sepanjang jalan, bertebaran pedagang kaki lima dengan dagangan khasnya. Ada kaos dagadu palsu, sandal dan tas kerajinan tangan yang harganya bikin ngiler, ada pedagang makanan, ada pedagang ikat pinggang sampai pemantik! Asesoris buatan tangan pun banyak. Mika tertarik pada wayang kulit mini, 6 wayang kulit seukuran tangan seharga dua belas ribu. Bagus buat pajangan di kamar. Dibelinya lah wayang kulit itu.

Mereka pun tiba di Mirota, pusat batik Mirota. Masuk ke dalam, mereka disambut para penjaga 'toko' yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Disitu bukan hanya batik saja yang dijual, masih banyak lagi pernak pernik cantik yang dipajang di rak-rak berukiran etnis. Mika menyukai boneka jepang yang memakai kimono berbahan batik. Dibelinya sepasang untuk dirinya dan sepasang lagi untuk Sulis. Gadis itu sendiri membeli tas tangan berbahan katun yang manis untuk Mika, kembaran dengan dirinya. Mika masih membeli dua daster batik buat Rei. Sulis membelikan satu sandal rumah, yang nyaman di kaki buat majikan perempuannya itu. Puas melihat-lihat keduanya memutuskan untuk mengisi perut di warung pinggir jalan.

"Mbak Mika ga pa pa makan di sini kan?" tanya Sulis, khawatir Mika ga terbiasa dengan warung pinggir jalan.
"Yeee Sulis, biasa lah!! Kadang masakan sini lebih enak dari restoran loh!" jawab Mika semangat. Keduanya makan nasi pecel dan minum es degan. Segarnya setelah capek jalan-jalan dan belanja. Lewat makan siang keduanya pulang ke rumah yang disambut Rei dengan senyum gembira.

"Duh, kirain kalian berdua nyasar!!" komentar Rei. Mika dan Sulis ikut tertawa.
"Idih tante, emang kita anak kecil? Hihihi. Eh tante, Mika beliin daster buat tante, bagus loh." Mika menyodorkan satu bungkusan ke Rei.
"Wah, tante kan ga minta dibelikan? Tapi makasih yah Ka..." ujar Rei semangat, membuka daster itu dan memuji pilihan Mika.
"Saya juga beliin mbak sandal ... " ujar Sulis dengan ragu-ragu menyodorkan bungkusan sandal ke Rei. Rei terbeliak.
"Aduh Sulis, itu duit bukan untuk beliin mbak sandal .. tapiiii mbak terima kasih sekali kalau kamu sudah membelikannya. Wahhh enak di kaki!!" puji Rei pada Sulis. Sulis tersenyum bahagia.
"Sulis juga terima kasih buat mbak Mika. Semalam sudah ngasih saya gelang perak ini, eh, hari ini beliin saya boneka jepang ini." Sulis memamerkan boneka jepang yang dibelikan Mika buatnya.
"Loh, fifty-fifty kan Lis, kamu juga udah beliin gue tas mungil ini .. thanks yah!" ujar Mika tulus. Rei senang, Mika dan Sulis ternyata akrab.

"Kalian sudah makan?" tanya Rei, menyadari jam telah menunjuk pukul dua siang.
"Udah tadi tan, tante sendiri udah makan?" tanya Mika khawatir. Jangan sampai deh tantenya menunggu mereka untuk makan siang bersama.
"Oh, sudah. Tadi om mu nyuruh orang ngantar makanan kesini, soalnya tante ga masak sih .. masih belajar hehehe." jawab Rei malu-malu.
"Ya udah kalau gitu Mika mandi dulu yah." ujar Mika kembali ke kamar. Sulis pun pamit ke kamarnya. Setelah mandi, pembantu muda usia itu mulai memasak untuk makan malam.

to be continued!!


Thursday, August 05, 2004


Risalah Cinta part.20


Sulis menarik napas panjang dan mulai bercerita.
"Saya lahir dari keluarga berkecukupan mbak. Ayah seorang pengusaha dan ibu hanya berperan sebagai ibu rumah tangga. Hidup kami lumayan enak, bahkan jauh dari susah. Saya sekolah di sekolah lumayan elit di Jojga ini mbak. Sampai kemudian ayah jatuh bangkrut, perusahaan garmentnya gulung tikar, disitulah saya mengalami rasanya bila dunia benar-benar berputar. Kadang kita berada diatas, kadang dibawah." cerita meluncur lancar dari bibirnya. Mika mendengarkan dengan antusias, dia bangkit duduk sekarang, menatap Sulis.

"Lalu? Apa yang terjadi?" tanya Mika.
"Teman-teman ayah menjauhi, demikian pula dengan keluarga. Padahal waktu ayah masih jaya, mereka selalu datang ke rumah. Rumah kami kemudian di jual agar ayah punya modal lagi, mulai lagi dari bawah, tapi ayah justru tambah terpuruk. Hidup dari hutang sana sini. Kami lalu tinggal di rumah sangat sederhana yang dibeli ayah dari uang terakhir yang dipunyainya. Kelas satu smu ayah akhirnya meninggal. Ibu masih berusaha berjualan kue, usaha ini itu agar kami tetap mampu bertahan hidup. Tapi, toh ibu ga kuat menanggung beban ini sendiri, kelas dua smu ibu pun menyusul ayah." mata Sulis nampak berkaca-kaca. Mika pun mulai merasakan air hangat itu merebak di pelupuk matanya.

"Saya terpaksa berhenti sekolah, rumah itu saya jual, keluarga ga ada satu pun yang mau menerima saya .. malang memang .." Mika menangis. Nasib Sulis yang cantik .. malangnya!!
"Lalu??" tanya Mika lagi, enggan rasanya bila Sulis memenggal ceritanya sedetik pun.
"Saya bertahan di kost kecil yang murah, menghemat uang hasil menjual rumah sambil melamar kerja ke sana sini. Mana ada kantor atau perusahaan yang mau menerima tamatan smp? Yang ada hanya kerjaan ga beres .. yang mengandalkan tampang dan tubuh .. saya ga mau .. saya masih waras." Sulis menarik napas panjang, matanya menerawang.

"Lalu langkah kaki membawa saya ke rumah keluarga Laksono Musry. Disitu saya diterima bekerja sebagai pembantu. Ibu amat baik pada saya mbak, bapak juga demikian. Apalagi mas Grev .. semuanya baik." Mika menghapus air matanya.
"Dari situ awal rasa suka kamu ke om Grev??" tanya Mika. Sulis mengangguk.
"Iya .. dari situ. Mas Grev amat baik dan perhatian. Saya dari awal sudah tau, ini salah, ga boleh diteruskan, tapi hati saya yang lain selalu membuat saya terus mempertahankan rasa cinta saya .." ujar Sulis lugu. Mika mengangguk mengerti.

"Lalu??""Saya sempat mencuri satu foto mas Grev dan saya pandangi setiap malam." Mika ingat foto yang telah mereka bakar tadi.
"Kemudian mas Grev menikah dengan mbak Rei, saya menangis. Saya menangisi cinta saya dan nasib saya." ujar Sulis.
"Kamu kurang berdo'a Lis .." ujar Mika. Sulis mengangguk setuju. Barangkali setelah malam ini, semua yang diucapkan Mika akan disetujuinya.

"Sampai kemudian ibu meminta saya untuk tinggal disini, menemani mbak Rei yang tengah hamil. Saya semakin ga bisa melepaskan bayang-bayang mas Grev. Saya .. saya sendiri sering merutuki diri saya, kenapa harus mencintai mas Grev?? Status kita berbeda, mas Grev malah telah menikah .. " Mika tersenyum. Pantas saja sih, Grev memang cakep, pantas kalau dicintai.
"Saya berusaha mbak ... berusaha melupakan, menghapus semua bayang-bayang itu. Diary itu tempat saya curhat .. Sedih sekali mbak mencintai orang yang tidak tau menahu soal perasaan kita." kata Sulis.
"Diary memang teman curhat Lis, tapi dia ga bisa ngasih pendapat kalau kita salah. Dia hanya membisu, menampung semua uneg-uneg kita." hibur Mika.
"Iya mbak .. memang benar, malah dengan nulis diary, saya semakin terpuruk. Saya semakin sulit .." sambung Sulis.
"Yeah .. saya sendiri juga punya diary, tapi itu masa smp, sekarang ga lagi." ujar Mika.

"Saya terima kasih sekali sama mbak Mika." ujar Sulis akhirnya.
"Untuk apa?" tanya Mika. Menurutnya dia ga berbuat satu hal pun untuk Sulis.
"Karena kebaikan mbak Mika memberi saya gelang ini lah, mbak sampai memergoki saya, mbak ngasih saya nasihat, mbak membuka mata saya, membangunkan saya dari mimpi buruk ini." Mika tersenyum mendengarnya. Dia hanya ga ingin Sulis lebih terpuruk, itu saja.

"Sudahlah Sulis, lupakan itu." elak Mika.
"Mbak malah mau merahasiakan ini bersama saya. Mbak amat baik, mau memberi saya kesempatan hidup di rumah ini .."
"Oh, itu ga usah kamu pikirkan, saya sebetulnya memang ga punya hak buat ngusir kamu apalagi membiarkan kamu pergi begitu saja. Lagian kamu sebenarnya baik, hanya sedikit salah jalan saja. Lagi pula, mana ada sih manusia yang ga pernah berbuat salah?" hibur Mika. Sulis tersenyum.
"Terima kasih mbak .. saya terima kasih .." Mika tertawa.
"Sudahlah .. sudah jam tiga pagi loh .. ayo tidur. Besok kan kamu harus bangun pagi, kerja lagi." ujar Mika. Diajaknya Sulis tidur bersamanya.

Mika masih belum tertidur. Masih memikirkan Sulis. Kasihan, tepatnya. Sulis yang cantik tapi malang. Mika ingin mengajak Sulis ke Surabaya, mengajaknya tinggal bersama oma dan opa, biar saja Sulis melanjutkan sekolah, terlambat kan lebih baik dari pada tidak sama sekali. Ingin menjadikan Sulis sahabatnya, tanpa memandang status sosial gadis malang itu. Mika sadar, rasa cinta bisa tumbuh kapan dan dimana saja, tepat atau tidak tepat, itu tetap cinta, hal suci dari hidup manusia. Om Grev dan tante Rei pun jatuh cinta lewat irc, hal yang kadang ditertawakan orang. Tapi itu tetap cinta kan namanya? Siapa sih yang sanggup menolak pesona cinta??

Adiknya Miko saja bisa jatuh cinta, cinta abg yang kepergok guru, yang bikin masalah akhirnya, tapi itu tetap cinta kan? Mika sendiri turut memikirkan cintanya pada seseorang yang jauh di Jerman, sedang apa kah dia? Cinta Mika, cinta yang tidak pada tempatnya juga, mencintai adik mamanya. Meskipun mendapat angin segar dari om-nya sendiri, Mika masih harus memikirkan perasaan mamanya juga. Cinta memang aneh yah? Mika pun tertidur.

Sulis pun demikian, masih terus memikirkan hal yang baru saja terjadi. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dia memang benar-benar berterima kasih pada Mika. Karena Mika ingin memberinya gelang, semua nya terbongkar, cintanya pada Grev, diary dan foto. Sulis tadi ingin mati saja. Tapi kata-kata Mika yang bijak, lebih bijak dari usianya, membuat Sulis seolah mendapat semangat baru. Dia memang ga mau menjadi duri dalam keluarga majikannya. Tapi meskipun telah berupaya, usahanya untuk melupakan Grev sia-sia. Pesona Grev sungguh kuat.

Bila saja Mika tidak masuk ke kamarnya, mungkin dia akan terus bermain dengan hayalan. Kenapa penyesalan selalu datang terlambat? Sulis bersyukur, Mika gadis yang baik, mau mengerti perasaannya juga. Dengan kejadian malam ini, Sulis menyadari kesalahan dan kebodohannya. Dunia masih luas di luar sana, bukan hanya Grev laki-laki yang hidup di dunia ini. Sulis betul-betul sadar akan ketololannya. Betul kata Mika, diary memang tempat curhat yang menyenangkan, tapi dia ga bisa kasih komentar atau nasihat bila kita salah, dia hanya bisa menampung apa yang ingin kita tuangkan padanya. Diary hanya benda mati. Sulis sebenarnya butuh teman curhat, yang bisa menasihatinya bila dirinya salah. Mika memberinya jalan baru yang terang. Hari ini, Sulis berjanji akan melupakan semuanya, Grev dan diary tolol itu. Sulis berjanji akan mengabdi sebaik-baiknya pada keluarga baik ini. Dirinya mungkin hanya seorang pembantu, tapi dia ga mau hatinya jadi ikut-ikutan diperbudak cinta.

Sulis menarik napas panjang, lega. Dirinya bukan lagi duri bagi keluarga ini dengan berakhirnya impian dan cintanya pada Grev. Dia bisa bekerja dengan perasaan yang lebih ringan dan plong. Bahkan Sulis berjanji akan ikut bahagia melihat kebahagiaan kedua majikannya. Semuanya berakhir dengan baik, Alhamdulillah, batin Sulis berulang kali mengucapkannya. Sulis melirik Mika yang tertidur disampingnya. Terima kasih mbak Mika, batin Sulis berucap tulus.

to be continued!!



tuteh pharmantara
living in Ende - Flores
Email Me



Name :
Web URL :
Message :